Selasa, 30 Oktober 2007

Pendapat Mengenai Konsep Manusia Ideal

MODEL IDEAL KEMANUSIAAN
TUGAS KONSEP TEKNOLOGI
STEPHANIE LIANA UTAMI SUTOKO
13007024
FTI-TEKNIK KIMIA


Manusia ideal adalah manusia yang dapat melaksanakan kewajiban dan mendapatkan haknya baik sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, umat beriman dan berbagai posisi di mana manusia dapat ditempatkan. Manusia ideal juga dapat memenuhi semua kebutuhannya baik materi, fisik maupun spiritual. Ia tidak kekurangan materi, fisiknya sehat dan hidup bahagia serta sejahtera dalam ukuran yang relatif setiap individu.
(pria 23 tahun)

Manusia ideal adalah manusia yang dapat berelasi dengan Tuhan secara baik yaitu memenuhi kewajiban sebagai umat beriman (beribadah dan berdoa dengan benar) dan mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya dengan memaknai tidak hanya melaksanakannya. Manusia ideal juga harus dapat berelasi dengan sesama secara baik yaitu menghormati serta menghargai sesama, berkomunikasi dengan baik dan mengupayakan pelaksanaan ajaran agama terhadap sesama karena pada dasarnya semua ajaran agama mengajarkan yang baik tentang hubungan dengan Tuhan dan sesama. Tidak hanya kewajiban yang harus dilakukan tetapi manusia ideal juga akan mendapatkan haknya dalam relasinya dengan Tuhan dan sesama.
(wanita 49 tahun)

Manusia ideal adalah manusia yang dapat diterima di semua lapisan masyarakat (high, middle, and low level). Manusia yang dapat berkomunikasi secara logis dan santun dalam pengucapannya. Tidak hanya dalam berkomunikasi tetapi juga dalam berbuat sesuatu harus beretika dan mengetahui situasi. Manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan atau gagasan yang baik untuk tujuan yang baik pula dan terutama untuk kepentingan sesama, tidak mencelakakan atau merugikan orang lain. Serta manusia yang bertakwa kepada Tuhan.
(pria 51 tahun)

Manusia ideal adalah manusia yang mempunyai tujuan dalam hidupnya dan selalu berusaha untuk mencapai tujuannya dan pada akhirnya sukses mencapai apa yang dia inginkan. Tujuan tersebut harus berorientasi pada kemajuan dirinya, menguntungkan bagi dirinya tetapi tidak merugikan atau menghalangi hak orang lain. Dalam pencapaian tujuan tersebut harus dengan usaha keras tidak dengan cara-cara licik yang menyusahkan orang lain. Manusia ideal juga harus mementingkan orang lain tidak hanya mementingkan diri sendiri.
(perempuan 18 tahun)

Sebagian besar, setiap individu (manusia) memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang manusia ideal. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar individu (manusia) cukup mengerti tentang konsep model ideal kemanusiaan multiskala (skala individu dan masyarakat menurut nilai dan upaya). ***

Manusia Ideal

Nama : Atyka Limiharja
NIM : 13007034
Tugas : Konsep Teknologi (TK10T1) – Konsep Manusia Ideal


Pendapat Mengenai Konsep Manusia Ideal

Manusia ideal itu, dari aspek fisik, beratnya sesuai dengan tingginya. Dilihat dari sifat, manusia ideal harus bisa saling peduli dan saling tolong-menolong. Dari segi religius, hidupnya berkisar antara bekerja dan berdoa. (wanita, 19 tahun)
Aspek yang disebutkan : IPTEK (badan), Budaya, Agama

Manusia ideal adalah manusia yang dapat menyelesaikan tugasnya dengan sempurna, dengan wibawanya semuanya dapat dikendalikan, mempunyai kehidupan yang sejahtera, dan keluarga yang harmonis dan religius. (wanita, 46 tahun)
Aspek yang disebutkan : IPTEK (badan), Ekonomi, Budaya, Agama

Manusia ideal adalah manusia yang mengerti tentang kesusahan orang lain dan mau menolong sesama. Selain itu, manusia ideal tidak bersikap sewenang-wenang, penuh dengan welas asih, dan mapan dalam hidupnya. (pria, 51 tahun)
Aspek yang disebutkan : IPTEK (badan), Ekonomi, Sosial Politik, Budaya

Manusia ideal adalah manusia yang mempunyai relasi yang baik dengan orang lain. Selain itu, manusia ideal peduli akan orang lain dengan menyumbangkan dirinya ke komunitas. Manusia ideal juga percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak bergantung pada diri sendiri, dan memiliki personality yang bagus serta ability yang mendukung. (pria, 25 tahun)
Aspek yang disebutkan : Sosial Politik, Budaya, Agama

Analisis :

Dari hasil wawancara di atas, kita dapat melihat bahwa narasumber belum menyebutkan semua aspek manusia ideal yang dibutuhkan. Setiap narasumber memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai konsep manusia ideal yang terbatas pada pengetahuan dan pengalamannya. Oleh karena itu, dapat kita lihat bahwa semakin tua, manusia semakin mengerti tentang konsep manusia ideal. Dan kita dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat sudah hampir mengerti tentang konsep manusia ideal.

Senin, 29 Oktober 2007

Analisis Manusia Ideal

Eliza Bratadjaja 13007010


Manusia ideal adalah manusia yang dapat menjalankan kehidupannya dengan seimbang (balance). Ia dapat memenuhi kehidupannya jasmani dan rohaninya secara baik. Jadi orang itu sehat secara fisik dan dari aspek religiusnya. Selain itu, ia juga menjalankan nilai-nilai moral yang baik dalam kehidupannya sehari-hari. Ia juga dapat berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya sehingga disenangi banyak orang. Yang terakhir, ia juga seimbang dalam menjalankan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran diri dan dalam hal-hal lainnya (bersenang-senang dan bermain).
(Mahasiswa, 18 tahun)

Menurut saya manusia ideal itu adalah manusia yang dapat menjalankan hidupnya dengan baik. Ia dapat menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Ia juga disenangi orang-orang sekitarnya. Selain itu, ia juga mempunyai tujuan hidup dan cita-cita sehingga ia tahu dengan jelas apa yang ingin ia capai. Ia dapat mengambil keputusan dengan bijaksana tanpa mempengaruhi perasaan orang lain.
(Mahasiswi, 24 tahun)

Manusia ideal berarti manusia yang sempurna. Di dunia ini yang sempurna hanyalah Tuhan. Yang ada dalam kehidupan ini adalah manusia yang mendekati sempurna. Manusia ideal adalah manusia yang mempunyai tanggung jawab dan dapat diandalkan. Ia sadar akan kewajibannya dan mau melakukannya dengan lapang dada dan baik. Ia juga taat pada orang tua dan agama. Ia dapat bersosialisasi dengan baik, ramah, dan dan juga tidak mau menang sendiri atau egois. Ia juga punya wawasan yang luas dan selalu ingin belajar tentang hal baru. Ia merupakan manusia yang pintar, ramah, baik, lebih memprioritaskan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan pribadi.
Ia juga bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk.
(Ibu Rumah Tangga, 46 tahun)

Manusia ideal adalah manusia yang taat dan takut pada Tuhan. Ia dapat menyeimbangkan hak dan kewajibannya, kebutuhan rohani dan jasmaninya. Selain itu ia juga punya disiplin yang baik dan berprinsip dalam menjalankan kehidupannya. Ia juga dapat bersosialisasi dengan sekitarnya. Ia mempunyai soft skill dan hard skill yang seimbang. Ia juga selalu menggunakan otaknya sebelum ia melakukan segala sesuatu atau memutuskan suatu hal. Karena kalau manusia berhenti berpikir, dia akan berhenti untuk belajar. Selalu berjuang untuk apa yang ia yakini baik untuk orang-orang di sekitarnya. Ia akan lebih mengutamakan kepentingan orang lain dibanding kepentingan dirinya sendiri dan tidak egois.
(Guru SMA, 51 tahun)

Analisa :
Dari beberapa pengertian manusia ideal yang saya dapat dari wawancara, saya dapat menganalisa bahwa manusia ideal adalah manusia yang mempunyai tanggung jawab dan dapat menjalankan kehidupannya dengan baik dan seimbang. Ia menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya. Ia taat dan takut pada Tuhan dan juga menjalankan norma-norma yang ada. Ia juga dapat bersosialisasi dengan baik dan disenangi orang lain.

Bila dibandingkan dengan model tentang manusia ideal, maka dapat disimpulkan dari opini tersebut bahwa umumnya orang cenderung untuk menempatkan takwa sebagai syarat utama seorang manusia ideal. Dengan adanya variasi opini tersebut saya dapat menyimpulkan juga bahwa setiap orang memiliki kriteria nya sendiri tentang apa itu manusia ideal. Tapi semuanya mengarah pada seseorang dengan kehidupan yang baik dan seimbang dari berbagai aspek.

Analisis Manusia Ideal

Thomas 13007058


Setiap orang memiliki keinginan dalam dirinya untuk menjadi manusia yang ideal. Adapun mereka memiliki persepsi dan cara pandang yang berbeda mengenai bagaimana seseorang dapat dikatakan sebagai manusia ideal. Berikut di bawah ini adalah beberapa opini dari narasumber mengenai apa kriteria mereka tentang manusia ideal. Adapun narasumber dipilih dari berbagai kelompok umur.
1. Manusia ideal adalah manusia yang memiliki berbagai aspek berimbang dalam dirinya. Ia mampu memanage waktu yang dimilikinya untuk digunakan seefisien mungkin. Ia memiliki visi dan misi yang jelas tentang rencana masa depan. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, di mana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur.
2. Manusia ideal adalah manusia individualis, dalam pengertian manusia independen, yang mau dan mampu bertanggung jawab bagi diri serta tindakannya. Kalau ia berbuat baik, hal ini terjadi bukan karena ia dipaksa oleh otoritas di luar dirinya, melainkan karena didorong nuraninya sendiri. Selalu berpikir positif, punya jasmani dan rohani yang sehat. Menanggapi hidup sebagai sebuah tantangan. Mempunyai wawasan luas dan selalu ingin belajar tentang hal baru.
3. Manusia ideal adalah manusia yang mengerti tentang artinya hidup. Mempunyai jasmani yang ideal, mempunyai sifat-sifat yang umumnya dinilai orang sebagai baik. Mampu mengatasi segala persoalan yang ada di dalam hidupnya. Mempunyai prinsip dalam hidupnya, tidak mudah terpengaruh orang lain. Sanggup menjadi orang yang mampu melakukan perubahan di masyarakat. Menguasai suatu bidang dengan baik yang dia yakini sebagai pilihan hidupnya.
4. Manusia ideal adalah manusia yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohaninya. Ia mampu menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya. Tidak mudah terbawa arus, serta mempunyai pendirian yang kokoh. Mampu menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi. Ia mempunyai hidup yang monoton dan tidak kaku, terbuka terhadap gagasan-gagasan baru.

Pernyataan di atas merupakan berbagai opini tentang manusia ideal. Kita dapat lihat bahwa sangat sulit untuk menjadi seorang manusia ideal. Diperlukan berbagai macam criteria di mana setiap orang memiliki berbagai pandangan mengenai hal ini. Tapi dari beberapa opini tersebut dapat kita lihat bahwa pada umumnya mereka mengganggap bahwa keseimbangan secara jasmani dan rohani merupakan aspek penting yang harus ada dalam manusia ideal.
Bila dibandingkan dengan model manusia ideal yang ada, maka opini tersebut lebih menempatkan etika dan takwa dalam criteria manusia ideal. Selain itu juga manusia ideal memiliki beberapa skill yang berguna baik untuk kemajuan dirinya sendiri juga untuk hidup bermasyarakat.

Pandangan Tentang Manusia Ideal

Nama : Budiman Santoso
NIM : 13007088
Tugas : Konsep Teknologi (TK10T1) – Konsep Manusia Ideal

Pendapat Mengenai Konsep Manusia Ideal

“Manusia yang ideal itu adalah manusia yang beriman dan peduli kepada sesamanya. Selain itu juga harus sehat, baik lahir maupun batinnya. Dalam arti dari segi fisik bukan merupakan manusia yang cacat dan sakit-sakitan, dan dari segi rohani merupakan manusia yang takut akan Tuhan.”
( Wanita, 31 tahun ) – Aspek yang disebutkan : Agama, IPTEK (badan), Sosial Politik, dan Budaya.

“Manusia ideal itu harus punya tujuan dan mimpi, dan dalam hidupnya ia harus berusaha mencapai tujuannya itu. Jadi ia hidup tidak seenaknya saja, tapi ia hidup seiring mewujudkan mimpi dan cita-citanya untuk mencapai kemapaman dalam segi materi maupun rohani.”
( Pria, 19 tahun ) - Aspek yang disebutkan : IPTEK (badan), Ekonomi, Agama

“Manusia yang baik itu seperti dokter, karena dokter sering menolong orang yang kesakitan.” ( Anak laki-laki, 10 tahun ) - Aspek yang disebutkan : IPTEK (badan), Budaya

“Manusia ideal itu yaitu orang yang selalu bisa mengatasi masalah apapun dan dalam hidupnya selalu merasa bahagia karena ia yakin bahwa Tuhan selalu menyertainya.”
( Wanita, 18 tahun ) - Aspek yang disebutkan : Agama, Sosial politik, IPTEK (badan)

Berdasarkan teori, urutan manusia ideal yakni:

Berdasarkan upaya:
1. IPTEK (badan)
2. Ekonomi
3. Sosial Politik
4. Budaya
5. Agama

Berdasarkan Nilai:
1. Agama
2. Budaya
3. Sosial Politik
4. Ekonomi
5. IPTEK (badan)

Analisis :

Dari hasil wawancara di atas dapat kita lihat bahwa aspek-aspek yang dibutuhkan manusia untuk mencapai ideal belum semuanya disebutkan oleh narasumber. Maka dari itu dapat kita simpulkan sebagian besar masyarakat belum mengerti konsep manusia ideal. Selain itu dapat kita lihat pula, semakin bertambah usia seseorang maka pengertian akan aspek-aspek yang dibutuhkannya untuk mencapai kehidupan ideal semakin banyak.

Manusia Ideal

Hanindia Fitri
13007014

A. Hasil Wawancara
Hasil Wawancara dari 4 narasumber:
Yuni Marisa (50 tahun):
Manusia ideal adalah manusia yang memiliki fisik yang prima, memiliki pengalaman sehingga mampu mengatasi berbagai macam masalah baik masalah ekonomi, sosial, dan memiliki keyakinan yang kuat terhadap agamanya.
Ikram (24 tahun)
Seorang individu yang berfikir bahwa segala sesuatu yang ideal seperti kondisinya. Yang terpenting memiliki kecerdasan dalam emosi, intelegensia dan agama. Dan dalam kehidupannya, ia bisa menyeimbangkan seluruh aspek dalam kehidupannya.
Rezano Prayudi (18 tahun)
Menurut saya, manusia ideal bisa dilihat berdasarkan agamanya, Karena dengan apabila menjalankan agama dengan benar, ilmu, emosi, ekonomi, kehidupan sosialnya akan dijalankan dengan baik.
Aulia Rahmi (13 tahun)
Manusia yang mau berusaha agar terlihat baik dengan kemampuan otak dan fisiknya.

B. Analisis
Berdasarkan teori, urutan manusia ideal yakni:

Berdasarkan upaya:
1. IPTEK (badan)
2. Ekonomi
3. Sosial Politik
4. Budaya
5. Agama


Berdasarkan Nilai:
1. Agama
2. Budaya
3. Sosial Politik
4. Ekonomi
5. IPTEK (badan)


Berdasarkan rentang usia, aspek dapat diperoleh:
Aulia Rahmi (13 tahun) : IPTEK (badan)
Rezano Prayudi (18 tahun) : agama, IPTEK (badan),ekonomi, dan sosial politik
Ikram (24 tahun) : IPTEK (badan), sosial politik, agama
Yuni Marisa (50 tahun) : IPTEK (badan), ekonomi, sosial politik, agama
Secara keseluruhan, narasumber dapat menjelaskan manusia ideal dalam bayangannya. Namun narasumber tidak menjelaskan urutannya berdasarkan upaya yang harus ditempuh maupun nilainya hanya garis besarnya saja.
Apabila diklasifikasikan berdasarkan usia, jawaban dari narasumber cukup berbeda. Manusia ideal menurut narasumber dewasa lebih kompleks. Hal ini membuktikan, bertambahnya pengalaman seseorang akan membuat pandangan seseorang berubah tentang tujuan hidupnya. Dan usaha-usaha yang akan ia kerjakan akan semakin kompleks untuk mencapai kehidupan yang ideal.

Manusia Ideal

Kintari Cita
13007029

A. Hasil Wawancara

Berikut ini merupakan hasil wawancara penulis kepada empat orang narasumber mengenai sosok manusia ideal :

Igfar Cita (Pelajar SMP)
“Manusia ideal itu dapat berpikir logis, cerdas, dan memiliki fisik sempurna.”

Widi Laras Sari (Pelajar SMA)
“Manusia ideal itu yang seimbang antara interpersonal dan intrapersonalnya, memiliki karakter, kepribadian, dan tentunya keyakinan.”

Reni (Mahasiswa)
“Manusia ideal itu yang berkecukupan materi, mampu bersosialisasi, menguasai ilmu pengetahuan, terkenal, selalu merasa bahagia, dan tidak lupa mengingat Tuhan.”

Riksa Liana (Pegawai Swasta)
“Manusia ideal adalah manusia yang bisa menikmati hidupnya, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mandiri, bijaksana, mampu bersosialisasi, hablum minallah, dan hablum minannas.”

B. Analisis

Penulis menganalisis urutan manusia ideal menurut narasumber adalah sebagai berikut :
Pelajar SMP Pelajar SMA Mahasiswa Pegawai
IPTEK (badan) badan ekonomi badan
budaya sosial politik budaya
agama IPTEK (badan) sosial politik
budaya agama
agama

Adapun urutan manusia ideal menurut teori adalah sebagai berikut :
Peringkat Berdasarkan Upaya Aspek Peringkat Berdasarkan Nilai
1 IPTEK (badan) 5
2 ekonomi 4
3 sosial politik 3
4 budaya 2
5 agama 1

Jawaban narasumber rata-rata sudah mencakup beberapa unsur sesuai teori yang diberikan, namun belum lengkap dan tidak sesuai urutannya. Narasumber hanya menyebutkan kriteria-kriteria yang pantas disebut manusia ideal menurut mereka tanpa memisahkan urutannya berdasarkan upaya dan nilai dari tiap aspek. Hal ini menunjukkan setiap orang memiliki persepsi tentang manusia ideal yang berbeda-beda.
Dari hasil wawancara, semakin matang usia narasumber, ia mampu menjelaskan persepsi manusia ideal dengan lebih kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya pengalaman hidup, semakin banyak pemahaman tentang tujuan hidup yang harus dicapai tidak hanya meliputi beberapa hal saja tetapi hal yang kompleks dan saling berkaitan.

MANUSIA IDEAL

MANUSIA IDEAL
JUNIOR SETIAWAN - 13007054

Menurut saya, manusia ideal adalah manusia yang dapat menjalankan kehidupannya dan memaknainya dengan penuh rasa tanggung jawab. Maksud saya adalah manusia yang menyadari kebebasannya sebagai makhluk pribadi tetapi juga dapat menjalankan kebebasannya tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Artinya dalam menjalankan kegiatannya, ia tidak merugikan orang lain. Manusia ideal seharusnya memiliki kesadaran penuh bahwa setiap manusia memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi. Selain itu manusia ideal adalah manusia yang memiliki pola pikir yang cerdas dan dewasa. Ia mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. (Wanita, usia 27 tahun)

Manusia ideal adalah manusia yang mampu menyikapi permasalahan hidupnya sebagai suatu hal yang harus diselesaikan, bukan dibuat berlarut-larut. Ia tahu batas-batas berperilaku dalam masyarakat. Selain itu, ia mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat, dan manusia ideal biasanya mampu bersosialisasi dengan sekitarnya. Untuk menjadi manusia ideal, kita perlu banyak belajar. Belajar dari orang yang lebih berpengalaman, lalu belajar pada pengalaman, karena pengalaman adalah guru yang terbaik. (Wanita, usia 18 tahun)

Pada dasarnya, tidak ada satupun manusia ideal di dunia ini. Sepintar apapun dia, tetap saja memiliki kekurangan. Manusia diciptakan dengan berbagai kekurangan dan kelebihan yang membedakannya dengan manusia lain. Oleh karena itu, kita harus mampu memahami perbedaan itu sebagai sesuatu yang mempersatukan, bukan menjauhkan. (Pria, usia 45 tahun)

Manusia ideal adalah suatu konsep manusia yang menjalankan kehidupan manusia yang semestinya. Untuk itu, diciptakan nilai dan norma sebagai suatu tolak ukur perbuatan manusia, untuk menilai mana yang benar dan mana yang salah. Setiap manusia memiliki kebebasan, dan kebebasan itu hendaknya dipertanggungjawabkan agar tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Konsep manusia ideal sesungguhnya tidak memiliki pengertian yang baku. (Pria, usia 31 tahun)

Kesimpulannya, setiap manusia memiliki persepsi sendiri-sendiri mengenai arti dan konsep manusia ideal. Pengertian manusia ideal tersebut terbatas pada pengetahuan dan pengalamannya. Dari narasumber di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep manusia ideal dapat dimengerti dengan baik, baik ditinjau dari segi fisik dan segi moral.

Senin, 15 Oktober 2007

KESEPAKATAN NEGARA-NEGARA UNTUK MENGATASI PEMANASAN GLOBAL

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pemanasan global ini terutama disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi.
Pemanasan global harus diatasi agar temperatur Bumi tidak terus meningkat. Cara mengatasinya adalah dengan cara mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain disebut juga carbon sequestration (menghilangkan karbon). Cara yang kedua adalah dengan mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara menghilangkan karbon dioksida adalah dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan. Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Karbon dioksida dapat disimpan di bawah tanah pada kedalaman tertentu. Namun dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan masalah di kemudian hari karena penimbunan karbon dioksida di bawah tanah.
Jadi, cara terbaik untuk mengatasi pemanasan global adalah dengan mengurangi produksi gas rumah kaca. Semua negara harus sepakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca terutama negara penghasil gas rumah kaca terbesar seperti Amerika Serikat, negara Uni Eropa, dan Jepang. Emisi gas rumah kaca ini dapat dikurangi misalnya saja dengan menggunakan kendaraan ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Untuk menggantikan bahan bakar fosil dapat digunakan energi nuklir sebagai sumber energi. Teknologi nuklir ini telah dikembangkan di beberapa negara maju. Energi nuklir ini cukup berpotensi dan sama sekali tidak menghasilkan gas karbon dioksida sehingga tidak menyebabkan pemanasan global. Namun penggunaan teknologi nuklir ini juga mempunyai kekurangan yaitu limbah radioaktif yang dihasilkannya akan membahayakan jika tidak diolah dengan baik.
Sementara negara-negara berkembang seperti Indonesia harus mengusahakan agar hutan dan pepohonannya tetap lestari sehingga dapat membantu mengurangi gas karbon dioksida karena pohon dapat mengambil karbon dioksida dari udara yang kemudian digunakannya untuk fotosintesis.
Semua negara harus mempunyai komitmen untuk mengurangi gas rumah kaca. Pemerintah dapat mecanangkan program penanaman pohon dan pelestarian pohon. Dengan adanya kesepakatan antara semua negara maka pasti pemanasan global dapat diatasi atau dikurangi.

MENGATASI PEMANASAN GLOBAL

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Planet Bumi telah menghangat (dan juga mendingin) berkali-kali selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi.
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.
Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca

Sabtu, 06 Oktober 2007

Keputusan yang Diharapkan Pada Pertemuan COP Ke-13 UNFCCC di Denpasar, Bali.

Tahrizi Andana
13007045


Tahun ini, dunia dihebohkan dengan keberadaan isu Climate Change. Isu inilah yang menjadi pusat perhatian dunia khususnya menjadi fokus utama PBB. Isu Climate Change atau “perubahan iklim” saat ini berkaitan erat dengan peristiwa yang sangat fenomenal di tahun ini pula, yakni Global Warming atau pemanasan global. Pemanasan global banyak mengundang reaksi dari berbagai pihak. Ada yang mengklaim bahwa pemanasan global disebabkan karena tingkat kerusakan hutan yang meningkat. Banyak berita – berita beredar kebakaran hutan dan gambut yang ikut meningkatkan tinggi muka air laut akibat naiknya suhu udara serta melelehnya es di Greenland dan Antarktika. Padahal hutan sejatinya memiliki peran yang sangat penting dalam menyerap secara alami dan menetralkan gas – gas rumah kaca. Peran hutan yang cukup besar inilah yang terkadang diabaikan oleh negara – negara industri maju. Sekarang yang ada hanyalah sikap atau pandangan negatif dari negara – negara maju terhadap negara – negara berkembang, khususnya Indonesia. Mereka menanggap bahwa Indonesia telah mengabaikan kelestarian hutannya. Sebenarnya bila dicermati, penyebab pemanasan global itu terjadi karena peningkatan konsentrasi emisi gas rumah kaca, khususnya karbon. Penyumbang terbesar peningkatan konsentrasi emisi gas karbon itu ternyata ada empat. Pertama, kelistrikan yang menyumbang 42 persen; kedua, sektor transportasi menyumbang 24 persen; ketiga, sektor industri menyumbang 20 persen; dan sisanya, kependudukan serta penggunaan barang-barang komersial yang menyumbang 14 persen bagi emisi global. Hutan - hutan yang terbakar sekalipun bukan penyebab utama dari peningkatan konsentrasi emisi karbon. Hal ini semata bukanlah salah dari negara berkembang seperti Indonesia. Negara – negara maju, khususnya Amerika Serikat, China, Rusia, dan negara industri raksasa Jepang serta India merupakan penyumbang terbesar penyebab pemanasan global

Protokol Kyoto yang dilahirkan tahun 1997 menyepakati adanya enam senyawa GRK telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004. Negara ekonomi maju yang masuk dalam daftar lampiran 1 dan lampiran B, menurut Konvensi Perubahan Iklim tahun 1990, berkewajiban mengurangi emisi GRK sampai angka tertentu sampai tahun 2012 serta membantu negara kehutanan di luar lampiran itu untuk membiayai/melaksanakan proyek yang akan menurunkan efek GRK. Negara maju penghasil emisi karbon terbesar berkewajiban memberikan kompensasi atas upaya penyelamatan hutan di negara berkembang dengan mekanisme pola clean development mechanism (CDM). Indonesia sendiri sebagai negara kelima terbesar yang berpotensi melakukan 10 persen suplai carbon credit dunia diperkirakan memiliki potensi CDM di sektor energi sebesar 25 juta ton CO2 dengan harga 1,83 USD per ton. Adapun dari kegiatan penghijauan dan reboisasi seluas 32,5 juta hektar, Indonesia akan mampu menyerap 5,5 gigaton CO2 dan paling tidak separuhnya memenuhi syarat dijadikan proyek CDM. Sayangnya, sampai dengan Maret 2005 negara industri besar Amerika Serikat bahkan belum berkehendak meratifikasi Protokol Kyoto, diikuti Australia, Turki, dan Monako. Maka meskipun masih sulit berharap, paling tidak dalam pertemuan APEC baru-baru ini Amerika Serikat dan Australia telah tergerak menyumbangkan "uang kecilnya" untuk membantu penyelamatan hutan Indonesia.
Kesadaran dunia akan perlunya kolaborasi menghadapi peningkatan emisi karbon akan diwujudkan dalam 13th Conference of Parties United Nations Framework Convention on Climate Change (COP Ke-13 UNFCCC) tanggal 3-14 Desember 2007 di Denpasar, Bali. Namun sebelumnya sebagai persiapan dan meloby negara-negara lain untuk mendukung acara di Bali, maka Presiden Republik Indonesia, DR. Susilo Bambang Yudhoyono, memutuskan untuk menghadiri High Level Event (HLE) on Climate Change dengan tema “The Future in Our Hands: Addressing the Leadership Challenge of Climate Change” yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 24 September 2007. HLE bertujuan menggalang dukungan politis bagi pertemuan COP ke-13 UNFCCC dan 3rd MOP Kyoto Protocol. HLE akan membahas empat tema paralel yaitu isu Adation, Mitigation, Technology dan Financing. Diharapkan pertemuan COP ke-13 UNFCCC di Denpasar, Bali bulan Desember mendatang mampu memutuskan untuk mengambil kebijakan kepada negara – negara maju untuk bersama – sama meratifikasi kembali Kyoto Protocol agar persoalan pemanasan global yang selama ini terjadi dapat dikurangi. Toh, dengan meratifikasi undang – undang tersebut tidak ada kerugian sama sekali yang timbul. Negara maju tidak menderita kerugian besar hingga bermilyar – milyar untuk menangani masalah ini, negara berkembang juga tidak lagi dijadikan objek untuk disalahkan, dan dunia kembali terselamatkan dalam waktu dekat. Benar bukan?

Rabu, 03 Oktober 2007

Mengatasi Pemanasan Global

Carlos Jonathan
13007021


Pemanasan global sudah menjadi masalah utama yang harus diatasi bersama oleh seluruh penghuni bumi ini. Atas dasar itulah, akan diadakan pertemuan tingkat dunia di Bali dalam rangka membahas masalah ini. Jika kita melihat, pemanasan global saat ini seolah-olah sudah amat susah diatasi. Jadi, keputusan apa sajakah yang sebaiknya dihasilkan dalam pertemuan di Bali itu?

Seperti yang kita ketahui, penyebab timbulnya pemanasan global adalah gas-gas rumah kaca, salah satunya adalah karbondioksida (CO2). Jika kita melihat emisi gas rumah kaca di tingkat global, 70% berasal dari negara maju dan industri. Sementara 30% dari negara berkembang. Melalui data tersebut, tentunya kita akan beranggapan bahwa negara-negara maju dan industri adalah penyebab utama bencana tersebut, jadi merekalah yang harus bertanggungjawab. Namun, pemanasan global adalah permasalahan dunia, bukan satu pihak saja, sehingga perlu adanya usaha bersama untuk mengatasinya. Dalam hal ini negara-negara berkembang yang memiliki kawasan hutan tropis (seperti Indonesia) dapat berperan aktif dalam mengurangi jumlah emisi karbon di atmosfer. Namun, permasalahannya adalah hutan-hutan di beberapa negara justru semakin dikurangi. Oleh karena itu, dalam pertemuan di Bali tersebut perlu ditarik suatu keputusan yang tegas mengenai pelestarian hutan di negara-negara pemilik hutan tropis.

JIka yang menjadi penyebab utama timbulnya pemanasan global adalah gas-gas rumah kaca, yang harus dipikirkan dunia adalah bagaimana mengurangi atau justru memanfaatkan gas-gas seperti karbondioksida dan metana yang seringkali menjadi gas buangan dalam industri. Carbon trading atau perdagangan karbon mungkin dapat menjadi salah satu alternatif penyelesaiannya. Saat ini carbon trading sudah berjalan di sektor energi. Jika kita mampu meningkatkan sektor kerja dari proyek ini, tentunya akan lebih membantu dalam mengurangi emisi karbon yang terbuang ke atmosfer. Bagi negara-negara yang memiliki hutan tropis, carbon trading di sector kehutanan memiliki peluang yang besar dan masa depan yang cerah. Keputusan mengenai peningkatan carbon trading ini juga sebaiknya diambil dalam pertemuan di Bali tersebut.

Sebenarnya, hal terpenting yang dibutuhkan adalah kesadaran dari negara-negara maju dan industri dalam mengurangi emisi karbon yang mereka buang ke atmosfer. Jadi, pertemuan di Bali ini juga perlu menyadarkan negara-negara tersebut, atau justru membatasi jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari industri-industri mereka, sebagaimana yang tertera dalam Protokol Kyoto. Dengan begitu, kita dapat bersama-sama merawat dunia yang sudah terlalu banyak kita rusak ini.

Selasa, 02 Oktober 2007

Tindakan Penanggulangan Pemanasan Global

Ramot M. V. Sianturi
13007003

Tindakan Penanggulangan Pemanasan Global

Pemanasan global merupakan masalah multikompleks dan memiliki pengaruh dalam skala yang besar, yaitu mempengaruhi seluruh aktivitas manusia di dunia. Oleh karena itu, penanggulangan masalah pemanasan global bukanlah masalah bagi satu negara saja, bukan hanya masalah bagi Negara-negara industri saja, melainkan masalah bagi seluruh negara di dunia ini. Maka, sangat diperlukan kesadaran seluruh Negara di dunia untuk berkolaborasi menanggulangi pemanasan global ini.
Kesadaran dunia akan perlunya kolaborasi menghadapi peningkatan emisi karbon diwujudkan dalam Conference on Parties ke-13 United Nations Framework Convention on Climate ( COP ke-13 UNFCC ) tanggal 13 – 14 Desember 2007 di Denpasar, Bali. Indonesia turut berpartisipasi dalam konferensi ini.
Menjelang diselenggarakannya konferensi ini, berbagai kontroversi semakin banyak bermunculan dan semakin meningkat. Kontroversi itu antara lain mengenai rusaknya hutan diklaim sebagai penyabab utama meningkatnya pemanasan global. Indonesia dan negara-negara berkembang yang lainnya dalam hal ini berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Negara-negara maju terus menyalahkan negara berkembang, khususnya Indonesia, karena dianggap lalai menjaga kelestarian hutannya. Padahal kerusakan hutan bukanlah merupakan penyebab utama emisi karbon. Bila dicermati, penyabab utama terjadinya kejenuhan emisi karbon ini ternyata ada empat. Satu, kelistrikan yang menyumbang 42%; dua, transportasi menyumbang 24%; tiga, industri menyumbang sebesar 20%; dan sisanya empat, kependudukan serta penggunaan barang-barang komersial menyumbang 14% bagi emisi global.

Kerusakan hutan di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia dipaksa ikut mempertanggungjawabkan meningkatnya pemanasan global. Meskipun negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat sebagai pengemisi karbon terbesar di dunia justru telah lama kehilangan hutannya, mata dunia hanya tertuju kepada hutan negara berkembang yang dijadikan tumpuan menyerap karbon buangan negara maju.
Meningkatnya pemanasan global ini merupakan masalah bagi seluruh negara dan sudah sewajibnya setiap negara harus mengambil bagian dalam upaya penekanan pemanasan global ini. Oleh karena itu, sangat diharapkan agar keputusan yang diambil dalam konferensi yang


diadakan bulan Desember mendatang adil bagi setiap negara, jangan ada negara yang merasa dirugikan dan ada yang diuntungkan.
Saya, sebagai warga Negara Indonesia, berpendapat bahwa keputusan-keputusan yang seharusnya ditetapkan dalam konferensi tersebut antara lain;
1. Menjaga kelestarian hutan
Untuk menetralisasi karbon-karbon yang ada di udara, hutan merupakan solusi terbaik. Pemeliharaan kelestarian hutan bukan hanya dilakukan oleh negara-negara berkembang yang masih mempunyai hutan saja, melainkan negara-negara maju yang dalam hal ini merupakan penyumbang emisi karbon terbesar harus turut mengambil bagian walaupun hutan mereka sudah sedikit atau bahkan habis. Negara-negara maju dapat mengambil bagian dengan cara bersama-sama negara berkembang mengumpul dana bagi pemeliharaan, turut serta melakukan riset untuk mempercepat proses reboisasi, dan mengirim tenaga-tenaga ahli untuk terjun langsung ke daerah yang hutannya mengalami kerusakan.
2. Berupaya untuk mencari alternative bahan bakar lain yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
3. Menyosialisasikan tatacara penggunaan kendaraan bermotor (khususnya mobil) dengan seksama. Kalau tidak perlu sekali tidak perlu memakai kendaraan yang membuang banyak buangan energi tersebut. Sekilas solusi ini berdampak tidak menguntungkan bagi negara-negara maju, khususnya negara industri kendaraan bermotor (khususnya mobil), namun keputusan ini agaknya sudah tepat, negara-negara maju justru harus lebih berinovasi untuk membuat mobil yang ramah lingkungan.
4. Menyosialisasikan pada pabrik-pabrik untuk menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan dalam menghasilkan barang jadi. Masyarakat pun diminta untuk memilih dengan seksama barang-barang terutama disarankan untuk membandingkan dan memilih produk yang paling kecil resikonya terhadap lingkungan.

Sumber :
Transtoto Handadhari, “Hutan dan Pemanasan Global”, Kompas, 25 September 2007, hlm. 6.
http://digilib.itb.ac.id ( diakses tanggal 29 September 2007 )
http://www.wwf.or.id ( diakses tanggal 29 September 2007 )

Kebijakan yang Sebaiknya Diambil dalam COP ke-13

Veronica
13007104
Global warming atau pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Peristiwa tersebut sebenarnya terus terjadi selama bumi ini ada, namun dalam kurun waktu setengah abad terakhir ini, suhu permukaan bumi meningkat secara tajam. Hal ini mengkhawatirkan banyak pihak karena akibat yang ditimbulkannya. Beberapa akibat tersebut antara lain: perubahan iklim di dunia, mencairnya es di kutub yang diikuti oleh naiknya permukaan laut, dan lainnya. Menghadapi pemanasan global ini, negara-negara di dunia telah mencoba melakukan berbagai cara dan pertemuan, salah satu yang teraktual adalah COP(Conference of Parties) ke-13 UNFCCC(United Nations Framework Convention on Climate Change) yang akan diadakan di Denpasar,Bali tangal 3-14 Desember 2007.
Dalam konferensi tersebut akan dibahas mengenai kesepakatan apa saja yang akan diambil untuk menangani masalah pemanasan global. Menurut saya ada beberapa kesepakatan yang perlu diambil dalam konferensi ini terkait. Satu hal yang paling penting menurut saya adalah tentang pengurangan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) seperti CO2 (penyebab terbesar), CH4, N2O, HFCS, PFCS, dan SF6 , karena mau tidak mau harus diakui bahwa penyebab utama dari pemanasan global adalah keberadaan GRK ini.
Kesepakatan yang berkaitan dengan pengurangan GRK ini, terutama karbon antara lain:

 Penghutanan
Tidak dapat dipungkiri, bahwa hutan memiliki kemampuan yang besar untuk menyerap karbon buangan yang ada di udara. Namun harus diakui juga bahwa sebagian besar hutan di dunia telah rusak, terutama di negara maju seperti Amerika dan Eropa, sehingga hutan pada negara berkembang(seperti Indonesia)lah yang menjadi tumpuan untuk menyerap karbon buangan negara maju.
Salah satu keputusan dari konferensi sebelumnya yang berhubungan dengan hal ini adalah Clean Development Mechanism (CDM) yang menyatakan bahwa negara-negara maju penghasil GRK terbesar berkewajiban memberikan kompensasi atas upaya penyelamatan hutan di negara berkembang. Satu hal yang menurut saya sebaiknya diperbaiki pada konferensi ini adalah negara-negara pengahasil GRK tersebut sebaiknya tidak hanya memberikan kompensasi, tapi juga turut berperan aktif dalam pemeliharaan hutan di negara berkembang. Seperti membiayai rehabilitasi hutan, menyediakan tenaga ahli, membantu mencegah ollegal logging, dll.
Selain itu, daripada hanya mengandalkan hutan dari negara berkembang sebaiknya negara yang tergabung dalam ANNEX 1(negara penghasil GRK yang wajib menurunkan emisi GRK-nya) juga merehabilitasi hutan di negaranya.
 Penggunaan Sumber Energi Alternatif
Negara-negara industri berusaha menghindar dari usaha mengurangi emisi GRK dengan alasan akan menyebabkan perekonomian mereka melemah. Oleh karena itu dalam konferensi sebaiknya diambil kesepakatan bahwa negara industri diwajibkan mencari atau mengembangkan sumber energi alternatif dalam jangka waktu tertentu.

 Pajak Emisi
Dengan memberlakukan pajak yang tinggi untuk gas buangan, orang akan berpikir dulu sebelum seenaknya menggunakan bahan bakar. Dengan begitu diharapkan, konsentrasi dari gas buangan akan menurun.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah mewajibkan negara-negara ANNEX1 untuk melaksanakan kesepakatan yang dibuat, karena sebagai penghasil GRK terbesar jika mereka tidak berusaha menguranginya, maka akan usaha yang dilakukan olehj negara-negara lain akan kecil pengaruhnya. Selain itu, juga diperlukan sanksi yang tegas bagi negara yang melanggar kesepakatan yang ada, dengan demikian diharapkan usaha penghambatan pemanasan global ini dapat berhasil.

Senin, 01 Oktober 2007

PENYELAMATAN BUMI DARI PEMANASAN GLOBAL

MARILYN 13007093

Pemanasan global menjadi topik pembicaraan yang sedang hangat dan sering diperbincangkan saat ini, terutama menjelang diselenggarakannya Conference of Parties ke-13 United Nations Framework Convention On Climate Change (COP ke-13 UNFCCC), tanggal 3-14 Desember 2007 di Denpasar, Bali

Pemanasan global adalah suatu gejala yang sedang dialami Bumi saat ini. Pemanasan global ini terjadi karena terakumulasinya gas-gas rumah kaca pada lapisan atmosfer bumi. Gas-gas rumah kaca ini tidak melewatkan cahaya/panas dari Bumi ke luar angkasa, melainkan memantulkan cahaya/panas ini kembali ke Bumi. Panas yang terperangkap dalam Bumi (tidak mampu melewati lapisan gas rumah kaca pada atmosfer Bumi) akan terakumulasi dan menyebabkan meningkatnya suhu Bumi dan gejala ini dikenal dengan istilah Pemanasan Global.

Efek dari pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata dunia sekitar 0.13°C setiap dekade. Adapun efek lainnya adalah terjadinya pencairan es di Kutub seluas 2.7% per dekade dan terjadinya peningkatan tinggi permukaan air laut setinggi 0.5 milimeter per tahun. Selain itu, efek pemanasan global yang sangat terasa adalah badai yang sering terjadi.

Dalam COP ke-13 UNFCCC yang bertujuan untuk mencari solusi dari pemanasan global, ada dua buah usul mengenai solusi penyelamatan Bumi yang dapat dibahas atau didiskusikan, yaitu pengurangan emisi gas-gas rumah kaca melalui selektivitas dan pembatasan industri serta program pembinaaan penghijauan yang melibatkan kerja sama seluruh warga masyarakat.

Kegiatan industri-industri besar, khususnya kegiatan produksi, banyak menghasilkan produk-produk sampingan, di antaranya adalah gas-gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu, untuk meringankan pemanasan global, yang perlu dilakukan adalah mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca dengan mengurangi kegiatan industri tidak ramah lingkungan atau bahkan merusak lingkungan. Saat ini jika kita hanya mengandalkan hutan untuk membersihkan udara maka penyelamatan Bumi dari pemanasan global tidak akan efektif karena jumlah emisis gas rumah kaca terakumulasi dengan sangat cepat seiring dengan kemajuan teknologi dan kegitan industri yang pesat, sementara hutan juga mengalami deforestasi. Untuk mengurangi kegiatan industri yang tidak ramah lingkungan, diperlukan peran pemerintah setiap negara. Yang dapat dilakukan pemerintah adalah menyeleksi dan membatasi jumlah industri-industri baru. Sebelum pemerintah memberikan izin kepada industri-industri baru, pemerintah harus mengetahui dengan jelas mengenai kegiatan industri tersebut pada waktu mendatang dan dampak kegiatan tersebut terhadap alam. Dalam hal ini, pemerintah harus benar-benar tegas dalam menyeleksi industri yang akan berjalan di negaranya. Terhada industri-industri yang telah ada sebelumnya, yang dapat dilakukan pemerintah adalah membatasi kegiatan produksi industri atau membatasi jumlah emisi gas-gas rumah kaca ke udara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menetapkan pajak yang sangat tinggi atas setiap emisi gas-gas rumah kaca yang dilakukan industri.

Usul yang lain adalah program pembinaan penghijauan. Dalam program itu, pemerintah dapat menyediakan bibit tanaman dalam jumlah yang banyak.Bibit ini diberikan secara gratis kepada setiap keluarga (Bila kondisi memungkinkan, pembagian bibit untuk setiap orang akan memberi hasil yang lebih baik). Setiap orang atau keluarga yang menerima bibit diberikan mandat untu menjaga dan menumbuhkan bibit tersebut. Mereka akan dan harus merawat dan mempertahankan tanaman/pohon ini agar tetap ada. Pada pembagian bibit-bibit ini, dapat disertai dengan penyuluhan/pembahasan mengenai kondisi Bumi saat ini yang mengalami pemanasan globaldan pentingnya pohon yang akan mereka rawat demi kepulihan Bumi. Bibit-bibit yang dibagikan dapat ditanam di mana saja, seperti di lingkungan rumah, tanah kosong, areal hutan yang gundul, atau tempat lainnya. Dengan program ini, pada masyarakat yang bertanggung jawab untuk menanam pohon akan timbul rasa saying kepada lingkungannya; kesadaran mereka akan kondisi Bumi saat ini; dan rasa kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Dua usul di atas merupakan solusi yang dapat diterapkan dalam skala luas. Sebenarnya setiap individu manusia dapat memberikan kontribusinya untuk pemulihan Bumi, walaupun apa yang dilakukan sangat kecil. Menurut bapak Transtoto Handadhari dalam artikelnya “Hutan dan Pemanasan Global” pada harian Kompas, Selasa 25 september 2007, halaman 6, penyebab utama terjadinya kejenuhan emisi karbon ada empat, yaitu : Kelistrikan yang menyumbang 42%; Transportasi yang menyumbang 24%; Industri yang menyumbang 20%; serta barang-barang komersil dan kependudukan yang menyumbang 14%. Dari keterangan di atas, kita menjadi tahu apa yang harus dilakukan. Sekarang ini, kita memang belum dapat menghilangkan ketergantungan kita terhadap pemakaian listrik, namun kita dapat mengurangi pemakaian listrik yang tidak berguna, misalnya mematikan lampu di siang hari, dll. Walaupun penghematan yang dilakukan seseorang tersebut sangat kecil, namun, jika setiap orang memiliki kesadaran yang sama, hasil penghematan listrik akan menunjukkan angka yang mengejutkan. Selain kelistrikan yang menjadi penyumbang terbesar gas rumah kaca, transportasi juga merupakan penyumbang gas rumah kaca, sehingga kita juga harus mengurangi penggunaan alat transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil. Untuk jarak yang relatif dekat, kita dapat menggunakan sepeda atau berjalan kaki. Sedangkan untuk jarak jauh, kita dapat memanfaatkan alat transportasi umum. 1 transportasi umum menghasilkan gas-gas rumah kaca yang lebih sedikit dibandingkan gas-gas rumah kaca dari beberapa transportasi pribadi. Selain itu, untuk membuat dan menjalankan kendaraan, manusia menghasilkan limbah yang sangat banyak, mulai dari limbah yang dihasilkan untuk membuat kerangka mobil, mesin, perlengkapan-perlengkapan dalam mobil, roda, hingga bahan bakar fosil. Yang tidak kalah penting adalah kita harus belajar untuk mendaur ulang benda-benda yang akan dibuang, seperti misalnya : mendaur ulang kertas, membawa kantong plastik lama ketika berbelanja, dan hal-hal kecil lainnya. Hal ini dapat mengurangi jumlah produksi benda-benda sehingga kegiatan produksi pabrik dapat diturunkan dan hal ini akan menurunkan jumlah emisi gas rumah kaca
Bumi adalah milik semua manusia yang hidup di dalamnya, oleh karena itu, semua manusia memiliki tanggung jawab yang sama untuk menyayangi dan melindungi bumi ini. Semoga COP ke-13 UNFCCC dapat menghasilkan keputusan terbaik dan membawa Bumi ke dalam perubahan yang positif.

Mengatasi Pemanasan Global

Tugas Konsep Teknologi

Rian Aditiana

NIM.13007087

Pemanasan global adalah suatu kejadian meningkatnya temperatur rata – rata di bumi. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida sebagai gas rumah kaca.

Dampak pemanasan global dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia di muka bumi. Dampak tersebut diantaranya dapat meningkatkan temperatur bumi, sehingga es di kutub utara akan mencair dan menyebabkan tinggi permukaan air laut meningkat yang pada akhirnya dapat menenggelamkan pulau – pulau. Selain itu, pemanasan global menyebabkan temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung meningkat atau dengan kata lain menyebabkan pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim yang tentunya sangat merugikan manusia.

Lalu, bagaimana cara untuk mengtasi masalah ini? Langkah-langkah yang dilakukan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.

Saat ini, yang bisa kita lakukan adalah mencegah agar pemanasan global tidak terjadi dengan cepat. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbondioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut.. Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca denagn cara mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor atau dengan penggunaan mesin yang ramah lingkungan ( Hybrid ).

Baru – baru ini, langkah positif dilakukan pemerintah Indonesia dengan berinisiatif membentuk Forestry Eight ( 8 negara pemilik hutan hujan tropis ). Maksud dari pembentukan kelompok ini adalah untuk menjaga kelestarian hutan sehingga dapat megurangi efek pemanasan global. Perlu diketahui bahwa 25 % masalah emisi global berasal dari masalah kehutanan dan 75% berasal dari emisi industri. Saat ini, Negara – Negara maju lebih memperhatikan masalah emisi industri, sehingga dapat dikatakan langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia merupakan suatu terobosan baru guna mengatasi masalah pemanasan global.

Hal-Hal yang Perlu Dibahas dalam Conference of Parties UNFCCC Ke-13

Maria Anindita Nauli
13007067


Hal-Hal yang Perlu Dibahas dalam Conference of Parties UNFCCC Ke-13

Isu pemanasan global sudah menjadi masalah yang kerap dibicarakan baru-baru ini di media-media massa, terutama media cetak, yang mulai banyak mengangkat isu ini menjadi topik utama. Isu ini kerap dihubungkan dengan laju kerusakan hutan yang terus meningkat di bumi Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia akan menjadi tuan rumah dari Conference of Parties ke-13 United Nation Framework Convention on Climate Change, pada tanggal 3-14 Desember 2007 yang bertempat di Denpasar, Bali.

Timbulnya pemanasan global di bumi, merupakan kesalahan bersama, yang berarti bahwa semua Negara di dunia, TERUTAMA, Negara-negara industri maju sebagai penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, dan juga Negara-negara yang menjadi paru-paru dunia, memiliki tanggung jawab yang sama untuk mencegah bertambah buruknya situasi.

Menurut sumber dari www.unfccc.int sampai dengan tanggal 22 Agustus 2007, UNFCCC telah menerima 192 ratifikasi. Dengan begitu, diharapkan pada tahun 2012 nanti, sesuai dengan perjanjian, Negara-negara ekonomi maju sudah dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sampai angka tertentu.

Konferensi yang akan diadakan di Bali ini merupakan kesempatan baik untuk wakil dari setiap Negara berdiskusi dan mengambil keputusan yang lebih riil. Menurut saya, hal yang paling penting dilakukan adalah benar-benar mengajak semua Negara di dunia meratifikasi perjanjian keikutsertaan dalam penanggulangan pemanasan global. Yang kedua, untuk Negara industri maju, harus dibuat atau ditetapkan batasan jumlah emisi gas rumah kaca per tahunnya, dengan batasan masing-masing jenis gas rumah kaca berbeda-beda. Apabila hal ini tidak dipenuhi, setiap Negara yang sudah menyetujui perjanjian dan melanggarnya, dikenakan denda dalam jumlah besar. Sedangkan untuk Negara-negara berkembang, juga perlu diberikan batasan jumlah buangan emisi gas rumah kaca, namun tentu saja dengan jumlah batasan yang berbeda.

Selain itu, dapat digunakan sistem reward atau penghargaan, bagi setiap Negara yang sudah dapat menurunkan emisi gas rumah kaca dalam kurun waktu yang diberikan. Selain untuk Negara, reward juga dapat diberikan kepada para ilmuan yang dapat menciptakan inovasi baru yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca. Reward atau penghargaan yang diberikan harus dapat memacu setiap Negara atau individu agar berlomba-lomba menjadi yang terbaik.

Sedangkan untuk, Negara-negara paru-paru dunia, dapat dibuat konsep “Luas Hutan Minimum”, di mana, dalam konferensi dibahas luas hutan minimum yang harus dimiliki setiap Negara. Negara yang bersangkutan harus memenuhi luas hutan minimum tersebut, sesuai dengan yang ditetapkan. Lebih baik lagi apabila diberikan batasan waktu untuk memenuhi kriteria luas hutan, bagi Negara yang luas hutannya di bawah standard “Luas Hutan Minimum”. Diharapkan, dengan adanya peraturan ini, bumi bisa kembali hijau.

GLOBAL WARMING

Nama: Iasci Simanjuntak
NIM: 13007073
Jurusan : Teknik Kimia
Tugas Konsep Teknologi

GLOBAL WARMING

Pembahasan tentang:
Kesepakatan yang dapat diambil pada pertemuan global warming selanjutnya,
13-14 Desember 2007 dengan konsep multi skala.

Indonesia pada bulan Desember dijadwalkan menjadi tuan rumah UNFCC, di Bali pada 13-14 Desember 2007, yang diperkirakan dihadiri utusan lebih dari 180 negara. Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim UNFCC perlu dijadikan pusat kegiatan antarbangsa dalam menangani masalah perubahan iklim dunia.
Perubahan iklim dunia berdampak buruk terhadap pembangunan dan lingkungan.Perubahan iklim dan apa yang kita lakukan tentang masalah itu, akan menentukan kita, zaman kita dan warisan global yang kita tinggalkan untuk generasi mendatang. Khususnya apabila melihat posisi geografis wilayah Indonesia, negeri kita rentan terhadap dampak perubahan iklim. Seperti diketahui,Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas total daratan 1,9 juta kilometer persegi, yang terbagi atas 17 ribu buah pulau. Adapun luas lautan mencapai 5,8 juta kilometer persegi, termasuk zona ekonomi eksklusif. Ibu kota negara dan hampir semua ibu kota provinsi terletak di wilayah pantai serta 65 persen penduduk tinggal di wilayah pesisir dengan panjang pantai total sekitar 81 ribu kilometer. Selain itu,Indonesia adalah negara agraris dengan tingkat produktivitas yang rawan mengalami gangguan akibat dampak global warming ini. Sementara itu, secara global, dengan luas wilayah hutan tropis terbesar ketiga di dunia, posisi.Indonesia sangat menentukan kondisi iklim dunia.
Pertemuan tersebut diharapkan akan menentukan aksi yang akan dilakukan dunia internasional.
Kesepakatan yang perlu diambil adalah : seluruh negara-negara di dunia harus benar-benar serius menanggapi pemanasan global ini dengan melakukan penanganan yang ekstra kompleks.”JANGAN MENJADIKAN ALAM SEBAGAI OBJEK BISNIS”.Bahkan diperlukan tindakan hukum yang lebih tegas bagi pelanggarnya.Bekerjasama dan saling membantu.Diperlukan juga tanggung jawab dari setiap negara dalam penanganan masalah ini. Semuanya harus mengambil peranan.Kita tidak mungkin lagi diam melihat kondisi bumi kita yang semakin hari semakin parah.
*Mitigasi (upaya meminimalisasi dampak perubahan iklim) sangat penting dilakukan.Komitmen dunia dalam mitigasi pemanasan global dengan menurunkan tingkat emisi secara kolektif 5,2 persen dari tingkat emisi pada 1990 tetap harus diusahakan.Sejauh ini negara maju memang mengucurkan banyak dana untuk berbagai skema penyelamatan hutan di Indonesia, antara lain melalui program Clean Development Mechanism. Namun, tidak bisa tidak, mereka juga harus menurunkan tingginya tingkat konsumsi energi fosil yang menyumbang besar pada pemanasan global dan secara bertahap menggantinya dengan energi yang ramah lingkungan.Selain dengan menggunakan energy yang ramah lingkungan, bagaimana jika kita lebih menggunakan “kendaraan yang tidak menghasilkan gas buangan?”Sebelum Negara- Negara dunia menemukan atau menciptakan teknologi yang baru untuk mewujudkan impian ini, sebenarnya kita sudah dapat memulainya sejak sekarang.Pengggunaan kendaraan seperti sepeda dapat membantu pengurangan gas buangan setiap harinya. Harus digalakkan kegiatan- kegiatan rutin untuk mengingatkan serta menyadarkan agar setiap Negara di dunia tanpa terkecuali dapat mengurangi pembuangan emisi( gas rumah kaca)
Selain itu,walaupun sudah terlambat, inilah saatnya memprogramkan restorasi ekosistem nasional, pembangunan, dan pengelolaan hutan lestari di daerah-daerah tertentu.
Langkah ini menggunakan konsep multi skala, dimana setiap Negara dapat melakukan gerakan ini pada daerahnya masing- masing.
Memang, yang terpenting adalah “ Bagaimana setiap Negara bisa memulai penanganan masalah global warming ini melalui dirinya sendiri”. Sekian banyak langkah-langkah yang dibicarakan dalam berbagai pertemuan, tetapi apbila tidak dimulai dari kesadaran masing-masing Negara, semuanya akan menjadi sia-sia.
*Adaptasi, Langkah yang dapat dilakukan melalui Penggunaan teknologi ramah lingkungan, serta pendanaan program-program mengatasi perubahan iklim untuk masa-masa setelah berakhirnya Protokol Kyoto .Adaptasi juga perlu dijalankan karena sekuat apa pun usaha kita mengurangi gas rumah kaca, kita tidak akan mampu sepenuhnya terhindar dari dampak perubahan iklim. Kemampuan adaptasi kita terhadap perubahan iklim akibat pemanasan global masih sangat minim.Untuk itu, diperlukan kerjasama yang baik antara Negara- Negara di dunia untuk bersama-sama saling membantu dengan yang lainnya..
Aksi penanaman pohon dan penghijauan yang dilakukan selama ini juga merupakan aksi nyata yang perlu terus digemakan. Namun itu saja tidak cukup. Tindakan-tindakan perusakan lingkungan dengan dalih pembangunan atau investasi juga harus dihentikan. Sebab, tidak jarang kehadiran investor dengan menomorduakan penyelamatan alam.Terbukti abrasi terjadi di mana-mana. Hutan kini hanya ditumbuhi semak belukar. Sementara kayu-kayu telah ditebang secara ilegal. Galian C juga terjadi di mana-mana.
Jadi, dalam pertemuan selanjutnya di Bali, diharapkan benar-benar ada kesepakatan dari seluruh Negara dan bersama-sama melakukan gerakan yang nyata.Membantu Negara-negara yang memiliki kawasan hujan tropis yang besar di dunia untuk tetap mempertahankannya bahkan memperbaikinya.Selain itu, Setiap Negara harus sudah memiliki rasa tanggung jawab yang besar, dengan menghindari pembuangan gas emisi rumah kaca,penebangan hutan, dan pengrusakan lingkungan lainnya.
Sasarannya adalah: Bagaiana alam ini memberikan manfaat bersama-sama, baik kepada penghuninya maupun kepada alam itu sendiri.
TAKE ACTION TO SAVE OUR ENVIRONMENT!!!

KEPUTUSAN YANG BIJAK

DENLI

13007039

Puluhan pertemuan telah dilakukan untuk membahas masalah pemanasan global. Banyak perjanjian yang telah dibuat. Tak kurang dari sepuluh keputusan yang telah ditetapkan bersama. Organisasi-organisasi dan LSM-LSM pun bermunculan untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap masalah ini. Para cendikia, ilmuwan, dosen, dan banyak profesi lain juga banyak yang memberi argumen untuk mengatasi pemanasan global. Mahasiswa-mahasiswapun banyak yang mendapat tugas dari dosen untuk menyampaikan buah pikirannya dalam mengatasi pemanasan global. Tapi, mengapa sampai saat ini masalah pemanasan global masih tetap marak dibicarakan, bahkan gejala pemanasan global semakin lama semakin meningkat?

Pertemuan berikutnya yang akan membahas masalah pemanasan global ini dalam waktu dekat akan diadakan kembali di Bali, Indonesia. Tentu semuanya setuju bahwa ini adalah pertemuan yang kesekian kalinya. Memang tepat pertemuan ini dilakukan di Negara yang menjadi salah satu paru-paru dunia. Mungkin, orang-orang akan sedikit terbuka hatinya melihat Negara yang seharusnya begitu indah dan memberi keuntungan global ini telah mulai hancur juga. Jangan dibilang pemanasan global tidak bisa menyerang Indonesia! Justru Indonesia sangat potensial menjadi salah satu produsen panas dengan mulai maraknya kegiatan perindustrian, padatnya penggunaan kendaraan bermotor, sampai pada pembakaran hutan yang mencatat rekor Internasional ini.

Jadi apa sih keputusan yang harus para petinggi dunia itu ambil dalam pertemuan di Bali ini?

Banyak teori dan program tersusun dalam pertemuan-pertemuan membahas pemanasan global yang telah dilakukan sebelumnya. Yang menjadi tanda tanya besar adalah apakah teori yang telah disusun oleh pakar-pakar dan petinggi-petinggi puluhan negara itu telah membawa hasil yang signiftikan? Jawabannya nihil. Berbagai alternatif pemecahan masalah yang telah disusun dengan sangat apik itu tidak diaplikasikan dengan baik. Secara kasarnya, teori ada tapi praktiknya tidak ada. Bahkan yang menjadi masalah utama adalah negara-negara besar yang diharapkan bisa membawa pengaruh seperti Amerika dan yang lainnya malah tidak mau mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam perindustriannya yang notabene merupakan salah satu sumber pemanasan terbesar.

Jadi, dalam pertemuan yang akan dilangsungkan di Bali beberapa hari lagi ini, tidak diperlukan teori-teori baru dalam mengatasi pemanasan global. Percuma banyak teori namun tidak dijalankan. Yang terpenting adalah deklarasi bersama bahwa dengan penuh komitmen semua Negara yang merasa bagian dari bumi harus mengurangi minimal 50% dari sumbangan emisi-emisi panas mereka masing-masing Dengan ketentuan negara yang tidak bersedia harus dikucilkan dari pergaulan Internasional. Tampaknya tidak ada cara lain selain sedikit memaksa. Ini demi kesejahteraan kita bersama.

APA YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENANGANI PEMANASAN GLOBAL?

Vipassi
13007091

Judul di atas tentunya menjadi suatu pertanyaan yang nantinya akan dibahas pada Konferensi yang diadakan oleh UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Changes) di Denpasar, Bali, 3 sampai 14 Desember 2007 nanti. Sementara bumi semakin panas dan iklimnya semakin tidak teratur, harus ada suatu cara yang dapat mengurangi atau setidaknya menahan pemanasan global tersebut.
Menurut saya, ada beberapa cara yang terlihat sederhana, tapi cukup membawa pengaruh terhadap pemanasan global. Beberapa cara tersebut antara lain: Menanam pohon di lahan kosong yang tersisa, pemberhentian deforestasi, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan memanfaatkan bahan bakar lainnya, dan memberdayakan sumber energi lainnya seperti angin dan sinar matahari. Berikut akan dibahas satu-persatu mengenai cara-cara tersebut.

Menanam pohon di lahan yang tersisa
Dengan semakin majunya dunia, lahan kosong pun semakin sedikit, malah yang terjadi adalah deforestasi dimana-mana di berbagai hutan di dunia. Kita tidak mungkin merobohkan perumahan atau gedung-gedung yang telah berdiri untuk menanam pohon. Yang dapat kita lakukan adalah menanam pohon di setiap lahan kosong yang tersisa, baik itu di halaman rumah atau di tempat lainnya. Dengan cara seperti itu, setidaknya kita dapat membantu mengurangi pemanasan global karena satu pohon dapat menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Selain itu, pohon juga dapat mengendalikan kelembaban udara serta menyerap panas 8 kali lebih banyak.
Cara ini merupakan cara yang terbaik untuk Indonesia karena biayanya yang tidak terlalu mahal dan tidak membutuhkan teknologi yang tinggi.

Pemberhentian deforestasi
Deforestasi yang terjadi di dunia amat memprihatinkan. Sayangnya, kita tidak dapat membangun kembali hutan-hutan tersebut karena itu membutuhkan waktu yang lama. Yang dapat kita lakukan adalah mencegah jangan sampai terjadi deforestasi lebih lanjut. Beberapa caranya antara lain: memperketat pengawasan di daerah hutan, dan lebih menegakkan hukum tentang perhutanan.

Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan menggunakan bahan bakar lainnya
Saat ini, penggunaan bahan bakar terbesar justru berasal dari bahan bakar fosil yang menghasilkan gas-gas rumah kaca dalam jumlah besar. Oleh karena itu, kita harus mengupayakan agar pemakaian nahan bakar fosil dikurangi. Akan tetapi, setiap orang membutuhkan bahan bakar. Sehingga, harus ada alternatif bahan bakar yang lain yang dapat menggantikan bahan bakar fosil. Contohnya adalah etanol nabati. Bahan bakar ini merupakan bahan bakar yang dapat dibarukan dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 90%.

Memberdayakan sumber energi lainnya
Untuk mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, maka salah satu caranya adalah memberdayakan sumber energi lainnya yang tidak menghasilkan gas-gas rumah kaca seperti: tenaga angin dan surya. Selain itu, sumber energi tersebut merupakan sumber energi yang terbarukan, sehingga tidak akan habis terpakai.

Langkah-langkah diatas merupakan beberapa solusi yang dapat diterapkan dalam kehidupoan dunia. Tentunya masih banyak cara-cara lain untuk menangani pemanasan global. Tetapi kita harus dapat melihat cara tersebut dalam berbagai segi, agar tidak berbalik merugikan kita nantinya.

Keputusan-keputusan yang Sebaiknya Diambil dalam United Nations Climate Change Conference, 3-14 December, Nusa Dua, Bali, Indonesia (COP 13 and CMP 3)

Sabrina Adani Katili (13007100)

1) Menggalakkan dan Mensosialisasi Efisiensi energi

Cara tercepat dan termurah untuk mengurangi polusi global warming yaitu dengan meningkatkan penggunaan listrik seperti peralatan-peralatan,dan bangunan industri yang memiliki efisiensi yang tinggi.

Kita mengetahui bahwa banyak barang atau pabrik-pabrik yang diproduksi bekerja pada efisiensi yang rendah. Semua itu harus ditinggalkan karena otomatis banyak memboroskan energi.

Cara mudah untuk melakukan efisiensi energi:

a) Mengurangi Konsumsi Energi, dengan mencabut kabel kabel peralatan listrik, mengunakan barang-barang dengan efisien tinggi, mencabut charger saat tidak sedang dipakai, melakukan penghematan lampu penerangan.

b) mengganti barang-barang rumah tangga yang lama( lebih dari 10 tahun) dengan yang baru, karena yang baru memiliki teknologi yang lebih tinggi, dan efisiensi lebih tinggi sehingga dapat menghemat energi lebih banyak. Barang-barang rumah tangga yang menghabiskan banyak energi sebaiknya diganti, seperti kulkas, mesin cuci, AC, pemanas air, dan barang elektronik lainnya.

Semua cara untuk mengefisiensikan energi harus disosialisasikan dengan baik, itulah tugas pemerintah.

Analoginya, semakin suatu alat elektronik memiliki efisiensi yang tinggi, semakin hemat pula energi yang dibuthkan tiap manusia, makin hemat pula, batubara yang diproses, semakin sedikit pula gas CO2 yang dihasilkan.

2) Memperbaiki mobil dan pertumbuhannya.

Pembakaran bahan bakar mobil merupakan sumber polusi dunia yang cukup dominan, maka dari itu sebaiknya sebuah mobil harus memiliki teknologi yang tinggi untuk peningkatan efisiensi dan perbaikan system pembakaran, serta ramah lingkungan.

3) Menggalakkan Pemakain Biofuels dan Energi Yang Terbarukan.

Faktor besar yang patut dipertimbangkan dari Biofuel, selain merupakan sumber energi dari tanaman, biofuel sangatlah ramah lingkungan.

· Biofuel sangat membantu dalam penanganan Global Warming karena pemakaian biofuel dapat mengurangi emisi bahan baker sekitar 17 milyar ton per tahun

· Harga dari biofuel sendiri bila dibandingkan dengan bahan baker lain, jauh lebih murah

· Biofuel dapat meningkatkan taraf hidup petani

· Biofuel dapat meningkatkan produktifitas suatu lahan yang dulunya tidak produktif

· Biofuel bila dibandingkan dengan bahan baker lain menghasilkan energi yang bersih

Selain Biofuel, masih ada lagi sumber-sumber energi terbarukan yang lebih baik, misalnya energi matahari, energi angin, dan biomassa, energi-energi tersebut jauh lebih baik dibandingkan batubara, selain tak terbarukan, batubara juga sumber energi yang banyak menghasilkan kekotoran.

4) Membatasi pembuangan karbon.

Pembakaran batubara ialah penghasi carbon terbanyak, jadi solusi yang tidak kalah penting dalam penanggulangan Pemanasan Global iaha dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan batubara, dan hal apapun yang menghasilkan CO2 ­ sebagai produk sampingannya.

5) Menanam kembali hutan yang ada.

untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai satu-satu nya media pemrosesan CO2 di dunia.

6) Memaksa Amerika Serikat untuk mematuhi Kyoto Protocol

Sejumput Harapan Demi Pencerahan

Riri Puspita Sari/13007107

Berbagai persiapan terus dilakukan menyambut datangnya para wakil negara dari seluruh penjuru dunia pada Conference of Parties Ke-13 United Nations Frameworks Convention on Climate Change, 3-14 Desember 2007 di Denpasar, Bali. Perhelatan akbar yang tentunya akan menjadi sorotan dunia ini,membuat Indonesia terus berdandan cantik dan menjaga imagenya demi gengsi yang akan diraupnya. Di satu sisi, kampanye tentang hutan semakin marak bermunculan. Kerusakan hutan telah divonis sebagai terdakwa dari kasus naiknya permukaan air laut akibat peningkatan suhu bumi, yang lebih dikenal dengan nama pemanasan global.

Adalah sebuah dilemma karena negara maju terus menyalahkan negara berkembang, khususnya Indonesia, yang dianggap lalai dalam menjaga kelestarian hutannya sehingga memecahkan rekor dunia untuk laju deforestasi. Fakta menunjukkan, negara maju adalah penyumbang emisi karbon terbesar yang selanjutnya diserap oleh hutan-hutan ini. Tercatat Amerika Serikat telah menyumbang 24% emisi global, diikuti China 14%, Rusia 6%, dan macan Asia Jepang serta India menyumbang 5%. Lantas, siapa yang patut disalahkan? Pertanyaan ini sesungguhnya telah dijawab di dalam Protokol Kyoto yang dilahirkan tahun 1997 yang telah diratifikasi Indonesia. Negara ekonomi maju yang masuk dalam daftar sebagai penyumbang emisi karbon terbesar berkewajiban megurangi emisi global dan memberikan kompensasi atas upaya penyelamatan hutan di negara kehutanan dengan mekanisme pola clean development mechanism (CMD). Indonesia sendiri telah memenuhi syarat dan konon berkompetensi menyerap dana sebesar 500 juta dollar AS dari proyek ini. Sayangnya, sampai sekarang sang ‘terdakwa’ Amerika Serikat dan beberapa negara industri besar belum mau menjalani ‘hukumannya’.

Hal inilah yang patut menjadi fokus perhatian dalam konferensi Bali yang akan dihadiri oleh 189 negara pada penghujung tahun ini. Dunia hendaknya memberi ‘tembakan peringatan’ pada ‘anak-anak nakal’ tersebut agar segera ‘menyerah dan bertobat’ demi kebaikan bersama. Selain itu, kesadaran dunia untuk berkolaborasi menghadapi peningkatan emisi karbon perlu ditingkatkan dengan mencari solusi-solusi kreatif sekaligus langkah konkrit dalam mewujudkannya. Bukan saatnya lagi tuduh menuduh atau suruh menyuruh, karena masa depan hanya butuh komitmen penuh.

SOLUSI YANG SEBAIKNYA DIAMBIL PADA COP-13

Rangga Bramastra Aroengbinang
13007057

Isu Global Warming merupakan hal yang sangat serius dan hingga kini masih dicari solusi yang benar-benar efektif untuk mengurangi berbagai hal yang menyebabkan Global Warming. Salah satu penyebab utama Global Warming sendiri adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas CO2 dan gas-gas lainnya yang lebih dikenal sebagai gas rumah kaca. Gas rumah kaca dapat meningkatkan suhu bumi yang berakibat cairnya es di kutub-kutub dunia sehingga permukaan air laut meningkat secara drastis.

Global Warming tentunya bukanlah masalah yang dianggap sepele di dunia ini. Global Warming perlu dibicarakan oleh berbagai negara di dunia agar diperoleh solusi yang tepat. Untuk itulah, Conference of Parties ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change (CoP ke-13 UNFCCC), akan diadakan pada 3-14 Desember 2007 di Denpasar, Bali. Pada saat itulah negara-negara maju dan negara-negara berkembang akan membahas Global Warming serta solusi yang sebaiknya diambil untuk mengatasinya.

Menurut saya, solusi yang sebaiknya diambil pada CoP-13 nanti adalah :

1. Reboisasi hutan-hutan dunia dan pembatasan deforestasi.
Tentunya kita sudah tahu bahwa hutan-hutan di dunia semakin hari semakin berkurang, terutama di Indonesia. Tidak kurang dari 40% hutan Indonesia dibabat habis selama 50 tahun terakhir, yang tentunya berpengaruh cukup besar dalam penyerapan CO2 di bumi. Dengan reboisasi dan pembatasan deforestasi, kadar CO2 di bumi dapat dikurangi secara signifikan yang notabene dapat mengurangi laju Global Warming yang semakin lama semakin cepat.

2. Pengurangan aktivitas industri, terutama industri berat, di negara-negara maju.
Industri-industri di dunia, terutama industri berat, merupakan penyumbang gas CO2 terbesar di bumi ini (sekitar 3/4 dari gas CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia). Apabila negara-negara maju mengurangi aktivitas industri-industri beratnya, tentunya penambahan kadar CO2 dapat dikurangi secara pesat.

3. Pemberian teknologi ramah lingkungan pada negara-negara berkembang.
Negara-negara maju sudah memiliki berbagai teknologi yang ramah lingkungan, sedangkan negara-negara berkembang belum memiliknya. Dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan, pembuangan gas-gas rumah kaca dapat dikurangi di negara-negara maju dan dapat juga dikurangi di negara-negara berkembang.

4. Pemberian bantuan dana dari negara-negara maju untuk negara-negara berkembang.
Solusi-solusi di atas tentunya tidak dapat dijalankan tanpa pendaan yang cukup.
Masalah pendanaan biasanya dialami oleh negara-negara berkembang yang memiliki dana terbatas. Oleh karena itu, negara-negara maju yang merupakan penyumbang gas CO2 terbesar di dunia tentunya memiliki kewajiban untuk membantu negara-negara berkembang yang membutuhkan dana untuk mengatasi Global Warming.

5. Permintaan partisipasi aktif, persestujuan, dan dukungan kepada masyarakat.
Solusi-solusi di atas tidak dapat dijalankan hanya dengan persetujuan petinggi-petinggi yang mengikuti CoP-13. Masyarakat harus menyetujuinya agar solusi-solusi tersebut dapat terlaksana sepenuhnya. Masyarakat juga harus berpasrtisipasi aktif karena Global Warming bukan hanya masalah para petinggi, tetapi juga masalah masyarakat. Dengan bantuan masyarakat yang jumlahnya jauh melibihi para petinggi, solusi-solusi di atas dapat dilaksanakan lebih cepat dan efektif.

Global Commitment to Save Our Planet.

Anggiat Yonathan Amazia

13007026



Dampak negatif pembangunan salah satunya pada peningkatan suhu bumi sebesar 0,18 derajat celcius selama 25 tahun terakhir sebagai akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca atau yang dikenal sebagai fenomena global warming. Gas rumah kaca ( seperti : CO2, CH4, N2O, HFCS, PFCS, dan SF6) menyebabkan semakin banyak radiasi panas dari bumi yang terperangkap di atmosfer sehingga terjadi peningkatan suhu di permukaan bumi. Inilah yang menyebabkan kacaunya pola iklim global.Bahkan keadaan sekarang ini berada dalam status amat kritis. Pemanasan yang terus-menerus akan mencairkan es, dan membuat permukaan air laut naik. Para pengamat pun memprediksikan bahwa 50 tahun lagi, akan terjadi air bah, karena akan terjadi kenaikan air laut setinggi 10 meter.

Untuk membahas masalah dampak dan solusi yang harus dilakukan dalam mengatasi pemanasan Global,akan diadakan Conference of Parties (COP) ke-13 United nations Framework Convention on Climate Change pada tanggal 3-14 Desember di Denpasar,Bali. Indonesia –sebagai tuan rumah- bertanggung jawab agar sidang mencapai hasil signifikan dan tidak deadlock.

Oleh karenanya, pada konferensi yang ke-13 ini perlu dipikirkan betul solusi yang tepat sehingga memberi hasil yang signifikan, tidak seperti yang terjadi sebelumnya.

Solusi yang tepat dalam hal ini adalah:

1. Komitmen seluruh negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif.

Mengurangi emisi karbon bukan hanya tugas negara-negara berkembang, karena global warming turut dirasakan milyaran penduduk dunia. Oleh karenanya dibutuhkan peran serta aktif seluruh bangsa di dunia tanpa kecuali.

2. Pemberian bantuan (adaptation fund) yang konkret

Tentu saja tidak cukup bila negara-negara berkembang menyelesaikan permasalahan global warming dengan dana sendiri. Disinilah diperlukan kerjasama negara maju untuk turut membantu dalam hal teknis dan dana.

3. Targetkan emisi bisa berkurang dan ditekan hingga 20% pada 2020 dan 50% pada 2050.

Dalam memberi hasil, tentu tidak cukup target. Tentu dibutuhkan usaha dari tiap pihak. Jika target ini mampu dicapai, niscaya global warming setidaknya tidak bertambah parah.

4. Tiap implementasi proyek lingkungan lebih jelas, transparan, dan bertanggung jawab

Dengan demikian tidak sembarang proyek dapat dijalankan bila prosedurnya jelas-jelas merusak lingkungan atau memberi dampak buruk lainnya.

5. Reboisasi

Merupakan salah satu cara yang jelas menghambat global warming secara signifikan. Banyak cara untuk memulainya, contohnya dengan mengisi lahan gundul atau lahan kosong dengan tumbuhan hijau

Solusi pun juga ditujukan bagi orang awam untuk turut berpartisipasi dalam menghambat global warming. Berikut sebagai contohnya:
1. Memilih teknologi terbaru yang membutuhkan energi sedikit namun tetap nyaman.
Atau, ganti lampu hemat listrik. Menggunakan energi dengan bijaksana akan mengurangi
kebocoran energi yang tidak perlu.
2. Lebih sedikit gunakan kendaraan dalam perjalanan singkat atau dekat. Jalan kaki,
kayuh sepeda, naik mobil beramai-ramai, dan kendaraan umum, selain akan menghemat
pengeluaran transport kamu, tentu saja mengurangi karbon dioksida.
3. Periksa kesehatan ban mobilmu. Menjaga “kesehatan” ban mobilmu secara teratur
mengurangi 10 kg karbon dioksida di atmosfer.
4. Daur ulang. Anda bisa menghemat 1200 kg karbon dioksida per tahun
HANYA dengan mendaur ulang setengah sampah kertas Anda sehari.
5. Butuh air hangat untuk mandi, air panas untuk minum kopi dan teh, atau mencuci
pakaian? Gunakan secukupnya dan kamu mengurangi 420 kg karbon dioksida pertahun.
6. Hindari membeli produk dengan bungkus berlapis-lapis. Setiap kamu mengurangi 10%
sampah saja, kamu sudah mengurangi 600 kg karbon dioksida.
7. Tanam pohon. Satu pohon bisa menghisap 1 ton karbon dioksida sepanjang hidupnya. Hal ini jelas memberi dampak yang besar.
8. Matikan alat elektronik! TV, DVD, VCD, MP3, stereo, komputer, games, ketika kamu
tidak sedang menggunakannya. Kamu menghemat ribuan kg karbon dioksida per tahun.
Tidak perlu dipindah ke posisi stand-by atau memasang timer karena listrik tetap
mengalir. Padamkan sama sekali.

Indonesia sebenarnya memegang peran yang sangat penting dalam hal ini bagi dunia. Namun kebakaran hutan menghilangkan fungsi “paru-paru” dunia, lebih dari itu, melepaskan CO2 ke atmosfir dalam jumlah yang membahayakan dan penebangan hutan (Indonesia
adalah negara dengan laju deforestation tercepat di dunia)
.

Pengambilan Kebijakan dalam Mengatasi Pemanasan Global

Rizal 13007078


Akhir-akhir ini, isu pemanasan global menjadi topik yang banyak dibicarakan orang. Apalagi menjelang diadakannya pertemuan akbar negara-negara di dunia yang akan membahas topik tersebut, yaitu Conference of Parties (COP) ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change yang akan diadakan pada 3-14 Desember 2007 di Denpasar, Bali. Dan akhir-akhir ini, berita kerusakan hutan sebagai pemicu utama kerusakan global sangat santer dibicarakan. Selalu dibicarakan mengenai kebakaran hutan dan gambut, yang terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia, ikut berperan menaikkan tinggi muka laut akibat naiknya suhu udara dan melelehnya es di Greenwich dan Antartika. Padahal perlu dicermati, penyebab utama pemanasan global adalah pemendaman gas rumah kaca yang diakibatkan oleh emisi karbon dan penyebab kejenuhan emisi karbon ada 4. Yaitu kelistrikan yang berkontribusi 42%, transportasi yang berpengaruh 24%, industri dengan 20%, dan sebanyak 14% dari kependudukan serta penggunaan barang komersial. Yang menarik untuk diamati adalah emisi yang ditimbulkan oleh hutan yang terbakar tidak disebutkan di sana, karena memang emisi yang dihasilkan tidak cukup banyak jika dikumulasikan karena kejadian itu hanya berlangsung dalam kondisi tertentu, waktu tertentu, dan wilayah tertentu. Sedangkan keempat faktor utama di atas berlangsung kontinu di hampir seluruh tempat di dunia.

Nah, masalah yang seharusnya dibahas adalah bagaimana mendukung dan memberi bantuan kepada negara berkembang (oleh negara maju) untuk mencegah kebakaran dan kegundulan hutan di negaranya, selain melakukan reduksi emisi gas rumah kaca (GRK) masing-masing negara di muka bumi. Karena sebenarnya, hutan memegang peranan yang paling penting dalam mereduksi emisi gas karbon yang dihasilkan oleh negara maju. Perlu dicatat, bahwa negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat menyumbang 24% dari emisi global, diikuti China dengan 14%, Rusia 6%, diikuti Jepang serta India. Tentu kita masih ingat dalam pertemuan negara-negara maju (G8) tahun ini yang diadakan di Jerman dan membahas isu emisi gas karbon, negara anggota G8 menyerukan kepada para anggotanya untuk mengurangi emisi karbon hingga 50% dalam 10 tahun ke depan. Namun AS sebagai negara adikuasa adalah satu-satunya negara yang menolak. Berbagai alasan dilontarkannya, namun tetap ditentang negara G8 lainnya. Perundingan berjalan sangat alot, dan akhirnya AS bersedia untuk “mempertimbangkannya”. Ini adalah salah satu contoh di mana AS sebagai negara adikuasa sangat egois dalam menetapkan kebijakan dan selalu menyalahkan negara lain dalam setiap masalah, seperti dalam kasus nuklir Iran. Sekarang yang dapat dilakukan adalah mengurangi emisi tersebut, salah satunya dengan mereboisasi hutan. Permasalahannya, sebagian besar hutan di dunia kini dinilai telah rusak. Meskipun negara maju seperti Eropa dan AS sebagai pengemisi karbon terbesar di dunia bahkan telah lama kehilangan hutannya, mata dunia hanya tertuju pada kerusakan hutan yang dialami oleh negara berkembang yang dijadikan tumpuan dalam menyerap emisi karbon. Untuk mengatasinya telah dilahirkan Protokol Kyoto tahun 1997 yang menetapkan 6 emisi gas rumah kaca (GRK) dan menyepakati bahwa negara maju yang termasuk dalam daftar lampiran 1 dan lampiran B berkewajiban mengurangi emisi GRK sampai angka tertentu sampai 2012 serta membiayai negara kehutanan untuk melaksanakan proyek yang akan menurunkan GRK (deforestasi) melalui pola clean development mechanism (CDM).

Indonesia sendiri adalah negara kelima terbesar yang berpotensi melakukan 10% suplai carbon credit dunia diperkirakan memiliki potensi CDM di sektor energi sebesar 25 juta ton CO2 dengan harga 1,83 US$ per ton (Kompas, 25/10). Dan dari reboisasi seluas 32,5 juta hektar, Indonesia dapat menyerap 5,5 gigaton CO2 dan konon Indonesia dapat menyerap sekurangnya 500 juta US$ dari kegiatan proyek CDM tersebut. Selain CDM, mekanisme lain yang dapat diberikan adalah melalui joint implementation (JI) dan emission trading (ET) yang dapat digunakan untuk menarik dana sumbangan dari negara industri maju. Namun sayangnya sampai saat ini hal tersebut belum terealisasi. Namun setidaknya dalam pertemuan APEC kemarin, AS dan Australia tegerak untuk menggelontorkan dana dalam proyek ini.

Dalam COP Ke-13 UNFCCC di Bali nanti diharapkan dibahas perlunya kolaborasi antara negara industri maju (negara penghasil emisi terbesar dunia) dengan negara berkembang (yang berpotensi mengurangi emisi GRK dengan reboisasinya) dalam mengatasi masalah pemanasan global dan masing-masing negara menepikan egoismenya masing-masing dan memfokuskan kepada usaha bersama dalam mengatasinya.