Sabtu, 29 September 2007

Kebijakan Pengambilan Keputusan dalam COP ke-13

Anthony
13007060

Kebijakan Pengambilan Keputusan dalam COP ke-13


COP ke-13 UNFCCC atau disebut juga Conference of Parties ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change adalah perwujudan dari kesadaran dunia akan perlunya kolaborasi dalam menghadapi peningkatan emisi karbon di dunia. Konferensi ini akan diadakan di Denpasar,Bali tangal 3-14 Desember 2007 dan akan diikuti oleh lebih dari 180 negara-negara di dunia.
Diadakannya COP ke-13 di Bali ini adalah untuk menindaklanjuti Protokol Kyoto yang diadakan tahun1997, yaitu disepakati bahwa seluruh negara ANNEX I wajib menurunkan emisi GRK mereka rata-rata sebesar 5.2% dari tingkat emisi tersebut di tahun 1990. Tahun 1990 ditetapkan dalam Protokol Kyoto sebagai acuan dasar (baseline) untuk menghitung tingkat emisi GRK(Gas Rumah Kaca). Bagi negara NON ANNEX I(contoh: Indonesia), Protokol Kyoto tidak mewajibkan penurunan emisi GRK, tetapi mekanisme partisipasi untuk penurunan emisi tersebut terdapat di dalamnya, jadi negara-negara yang tidak ikut menandatangani juga diharapkan untuk membantu usaha penurunan emisi GRK.
Protokol Kyoto mempunyai beberapa hasil yang bertujuan untuk mengurangi kadar GRK. Hasil-hasilnya yaitu: 1. Joint Implementation (JI), mekanisme yang memungkinkan negara-negara maju untuk membangun proyek bersama yang dapat menghasilkan kredit penurunan atau penyerapan emisi GRK. 2. Emission Trading (ET), mekanisme yang memungkinkan sebuah negara maju untuk menjual kredit penurunan emisi GRK kepada negara maju lainnya..3. Clean Development Mechanism (CDM), mekanisme yang memungkinkan negara penghasil emisi GRK terbesar berkewajiban memberikan kompensasi atas upata pentelamatan hutan di Negara berkembang.
Akan tetapi, hasil dari Protokol Kyoto ini ternyata mempunyai beberapa kekurangan. Telah disebutkan di atas bahwa jika suatu negara dapat mempertahankan luas hutannya dalam selang waktu tertentu, maka pemerintah negara tersebut akan mendapatkan sejumlah uang dari negara maju. Disinilah letak permasalahannya, yaitu bahwa yang mendapatkan uang adalah pemerintah, bukan pihak penebang kayu. Jadi pihak penebang hutan akan terus menebang hutan demi mendapatkan uang. Selain itu, permasalah lain yang timbul adalah anggapan bahwa negara-negara maju dapat seenaknya menebang hutan ataupun membuang emisi GRK sebanyak-banyakya asalkan membayar uang kepada negara berkembang.
Menurut saya, konferensi yang akan diadakan di Bali sebaiknya memperbaiki hasil dari Protokol Kyoto. Yaitu bahwa uang hasil CDM diberikan bukan kepada pemerintah saja, melainkan kepada pihak-pihak yang melestarikan keadaan hutan di Indonesia sehingga pihak penebang hutan tidak kehilangan nafkah, malah mereka diharapkan ikut dalam usaha pelestarian hutan sehingga memperoleh keuntungan yang lebih besar. Selain itu keputusan dari COP juga diharapkan memberikan perbaikan bahwa yang harus melestarikan hutan bukan hanya negara-negara berkembang, tetapi negara-negara maju pun diwajibkan untuk ikut dalam upaya pelestarian hutan.

Tidak ada komentar: