Senin, 01 Oktober 2007

Indonesia dan Pemanasan Global

Nama: William Suryawan
NIM: 13007085

Bumi yang semakin panas ini mulai dirasakan banyak orang, terutama orang-orang yang tinggal di gunung yang merasakan secara langsung perubahan suhu di daerahnya. Kenaikkan suhu ini disertai dengan munculnya bencana-bencana baru yang semakin parah, seperti banjir, kemarau jangka panjang, longsor, kekeringan, gagal tanam, panen, hingga konflik-konflik dalam masyarakat.

Sayangnya, semuabencana tersebut hampir disebabkan karena aktifitas-aktifitas manusia itu sendiri, yang secara luar biasa mengeruk kekayaan alam sedemikian rupa, sehingga akhirnya manusia harus membayar mahal atas kerusakkan tersebut.

Kebakaran hutan dan aktifitas industri yang tak terkendali telah membuang berbagai partikel berbahaya ke udara, seperti gas karbondioksida dan klorofluorokarbon. Selain itu gas CO2 ini dihasilkan dari pembakaran dari batu bara, gas, dan minyak bumi.

Melalui proses kimiawi, asap kendaraan dan emisi industri ini menghasilkan asam nitrat. Bahkan, usaha pertanian, terutama padi, merupakan salah satu penghasil gas metana terbesar, serta gas CO2 bila sisa padi tersebut dibakar. Gas-gas polutif, seperti metana, CO2, klorofluorokarbon, asam nitrat inilah yang menipiskan dan melubangi lapisan ozon yang merupakan lapisan atmosfer yang dapat mengurangi sengatan matahari pada permukaan bumi.
Dengan demikian, saya setuju bila berbagai organisasi di dunia, turut serta untuk berusaha mengurangi emisi gas-gas polutif tadi agar penipisan lapisan ozon dapat dikurangi dan efek rumah kaca dapat diminimalisasikan.

Salah satu organisasi yang aktif bergerak dalam usahanya mengurangi pemanasan global ini adalah United Nations Framework Convention on Climate Change, yang pada akhir tahun ini akan mengadakan pertemuan ke 13 di negara kita, Indonesia. Pertemuan ini adalah usaha untuk terus melanjutkan kesepakatan negara-negara dalam Kyoto Protokol, yaitu dimana negara-negara yang ikut meratifikasi protokol ini berjanji untuk ikut serta dalam mengurangi produksi gas CO2 dan meminimalisasi efek rumah kaca.

Dengan partisipasinya Indonesia menjadi tuan rumah, Indonesia dapat menjadi kesempatan ini sebagai bukti bahwa Indonesia turut peduli dalam mengurangi pemanasan global. Indonesia juga dapat menunjukkan pada dunia berbagai usaha negara tercinta ini pada dunia, seperti upaya perbaikan hutan yang telah dilakukan di lahan Perum Perhutani di Banyuwangi.

Dalam konferensi yang diadakan di Bali, Indonesia ini kemungkinan akan membicarakan banyak mengenai semakin cepatnya laju deforestasi di Indonesia, yang dianggap sebagai penyebab utama tak terkendalinya gas CO2 yang seharusnya diserap oleh pohon-pohon yang ada di hutan-hutan. Padahal banyak penyebab lain yang menyebabkan gas CO2 ini melimpah di bumi tercinta ini. Yang pertama adalah kelistrikan, transportasi, hasil buangan industri, serta kependudukan dan penggunaan barang-barang komersial. Hutan yang rusak juga merupakan penyebab penipisan ozon ini, tetapi bukanlah yang utama, seperti yang baru saja disebutkan di atas.

Oleh sebab itu, tindakan negara-negara maju yang sering menyalahkan Indonesia tidak mampu mengendalikan deforestasi, sehingga menyebabkan gas CO2 tidak diserap dan jumlahnya menjadi melimpah, patut dipertanyakan, sebab negara-negara besar seperti Amerika, Eropa, China, dan negara industri lainnya, yang seharusnya bertanggung jawab terhadap gas-gas polutif yang dihasilkan olehnya.

Indonesia seharusnya adalah korban dari pemanasan global yang saat ini sedang berlangsung. Naiknya suhu permukaan bumi membuat hutan mudah terbakar, sehingga Indonesia harus berusaha lebih keras dalam mencegah deforestasi di wilayahnya. Kemarau yang menyebabkan kekeringan serta banjir yang cenderung meningkat juga menjadi dialami oleh Indonesia.

Dengan demikian, Indonesia seharusnya dibantu oleh negara-negara maju yang peduli pada kondisi lingkungan saat ini dengan memberikan kompensasi dalam usaha penyelamatan hutan di Sumatera dan Kalimantan. Indonesia sendiri juga menunjukkan komitmennya pada dunia dalam memperbaiki hutannya yang rusak dan mengurangi laju deforestasi,sehingga negara-negara pemberi donor juga semakin yakin bahwa Indonesia adalah negara yang layak dibantu dalam usahanya memerangi pemanasan global.

Negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Australia juga hendaknya ikut serta meratifikasi Protokol Kyoto sebagai bukti bahwa mereka juga ikut serta memerangi pemanasan global, tidak hanya menyerukan pada dunia mengenai bahaya dari pemanasan global. Dengan demikian, pemanasan global ini dapat dikurangi atas usaha semua negara di dunia, baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang.

Tidak ada komentar: