Senin, 01 Oktober 2007

Kebijakan pada Convention on Climate Change Bali

TUGAS KONSEP TEKNOLOGI

Gilang Hardadi
NIM 13007030

Menurut data State of the World's Forests 2007 yang dikeluarkan the UN Food & Agriculture Organization's (FAO), angka deforestasi di Indonesia pada 2000-2005 mencapai 1,8 juta hektare pertahun. Sedangkan Brasil dalam kurun waktu yang sama 3,1 juta hektare per tahun dengan gelar kawasan deforestasi terbesar di dunia.

Namun, karena luas kawasan hutan total Indonesia jauh lebih kecil daripada Brasil, maka laju deforestasi Indonesia menjadi jauh lebih besar. Laju deforestasi Indonesia adalah 2 persen per tahun, dibandingkan dengan Brasil yang hanya 0,6 persen. Pepohonan di dalam hutan selama ini sudah terbukti mampu menyerap karbondioksida sepanjang hidup. Karbon dioksida merupakan satu dari enam gas rumah kaca (GRK) yang dianggap menjadi penyebab terjadinya pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim.

Dengan menurunkan emisi karbondioksida Indonesia sesungguhnya berpeluang memperbaiki iklim dunia dari perubahan yang drastis. Caranya, melalui pengurangan kebakaran hutan, pencegahan penebangan hutan atau konversi lahan hutan menjadi tidak berhutan secara permanen (deforestasi), serta sistem sertifikasi kayu legal untuk ekspor.

Posisi tawar kepada dunia ini akan menjadi salah satu tujuan delegasi Indonesia dalam Penyelenggaraan Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim atau UN Climate Change Conference di Bali, Desember 2007 mendatang. `'Kami berharap nantinya tercapai kesepakatan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan membantu negara berkembang dalam pemberian insentif, termasuk untuk penghutanan kembali dan pencegahan deforestasi,'' ujar Ketua Pelaksana Harian Panitia Nasional Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim, Agus Purnomo, kepada pers, dalam Lokakarya Jurnalis Lingkungan, Selasa (18/9).

Menurut Agus, 20 persen emisi global berasal dari deforestasi atau sekitar 7,5 miliar ton CO2. Indonesia, lanjut dia, menyumbang sepertiganya, yaitu sekitar 2,5 miliar ton CO2 dari laju deforestasi 2 juta per tahun. `'Jika Indonesia memperkecil laju deforestasi 1 juta hektare per tahun sama dengan mengurangi emisi sekitar 1,2 miliar ton CO2,'' jelasnya.

Jika dihitung, kata Agus, potensi pendapatan sebesar 6 miliar dolar AS per tahun atau sekitar enam ribu hektare dengan asumsi harga 1 ton CO2 sama dengan 5 dolar AS. `'Kami akan mencari kesepakatan dengan negara-negara maju atas upaya dalam negeri untuk menekan deforestasi. Intinya, ada mekanisme pembayaran dari negara lain sebagai kompensasi terhadap upaya kita dalam menjaga hutan ,'' cetusnya.

Tak hanya intensif untuk mencegah deforestasi. Dalam konferensi nanti juga akan digulirkan program adaptasi, mitigasi, alihteknologi, dan terwujudnya investasi di bidang pembangunan berkelanjutan melalui mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism (CDM). `'Kami juga berharap tak ada lagi paten untuk teknologi bersih. Tapi, kalau disepakati itu mukjizat, jika tidak, minimal ada kesepahaman pendanaan untuk alihteknologi,'' tegasnya.

Anomali cuaca
Akibat pemanasan global, hingga saat ini telah terjadi begitu banyak anomali cuaca di seluruh dunia. Misalnya, kenaikan tinggi permukaan air laut, berkembangnya wabah penyakit malaria dan demam berdarah, perubahan pola iklim pertanian, dan kenaikan suhu udara.

Haneda Sri Mulyanto dari Divisi Perubahan Iklim Di Kementerian Negara Lingkungan Hidup menyatakan, itu semua disebabkan adanya emisi gas rumah kaca (GRK) seperti CO2, CH4, H2O, HFC, PFC, dan SF6. `'Ini emisi akibat bahan bakar fosil dan kerusakan hutan serta lahan sehingga menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim global,'' ungkapnya. Haneda menambahkan, sebenarnya usaha manusia untuk mengatasi perubahan iklim global sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam.

Secara global misalnya, membentuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 1992 di Rio de Janeiro. Ini dibentuk untuk mengurangi emisi GRK. Lalu, Conference on Parties (COP)-Kyoto Protocol 1997 untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer guna mencegah perubahan iklim global akibat perilaku manusia. Misalnya, melalui carbon trading, dan joint implementation

Secara lokal, kata Haneda, pemerintah Indonesia juga sudah melakukan upaya meratifikasi Kyoto Protocol melalui UU No 17/2004. Kemudian, mengembangkan mekanisme pembangunan bersih, melakukan perdagangan karbon atau emisi, dan mempromosikan efisiensi energi. ''Sesuai dengan agenda kita nanti di konferensi di Bali, Indonesia telah mengurangi emisi GRK dari sektor kehutanan sekitar 85 persen dari seluruh emisi tahunan GRK Indonesia,'' tegasnya.


Opini Pribadi
Menurut saya, memang ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk menekan laju pemanasan global yang tidak dapat dihindari lagi, seperti konversi energi, penghematan energi,
menaikkan standar emisi kendaraan bermotor, dan lain-lain.

Namun, hal yang perlu ditekankan pada pertemuan tersebut adalah pengurangan deforestasi (perusakan hutan) dan juga pelestarian hutan atau reboisasi. Mengapa dua aspek itu yang ditekankan? Karena itu adalah upaya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca yang relatif lebih mudah dan murah dibandingkan konversi energi dan pengurangan penggunaan energi yang masih sulit dilakukan oleh negara-negara berkembang, seperti salah satunya Indonesia. Selain itu, banyak negara yang belum melakukan pelestarian hutan atau reboisasi sehingga dengan penekanan aspek tersebut, diharapkan oksigen dunia tidak hanya disuplai oleh hutan besar seperti Brazil maupun Indonesia, tetapi mereka sendiri dapat menyuplai sendiri kebutuhan oksigen mereka dan membantu penyerapan emisi gas rumah kaca.

Selain itu, pelestarian hutan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dengan mengajak anak-anak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut, diharapkan ke depan mereka sebagai generasi penerus lebih mencintai lingkungan sehingga tergerak untuk mengembangkan teknologi ramah lingkungan yang mampu menekan laju global warming dengan lebih signifikan dari sekarang.

Tidak ada komentar: