Senin, 01 Oktober 2007

Konferensi COP-13 UNFCCC dan Kesepakatan Penanganan Perubahan Iklim

Eko Roy Marella
13007040

Perubahan iklim dunia melonjak drastis pada abad ke-21 ini. Tentu saja, hal ini membawa pengamanan iklim menjadi suatu tantangan dan kebutuhan umat manusia di seluruh belahan bumi. Pembalakan liar, penggundulan hutan, dan emisi gas CO2 membawa bumi ke arah pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim.

Iklim dunia pada dasarnya berjalan dalam keharmonisan dengan alam. Namun, perusakan alam membuat iklim tidak lagi berjalan dalam keharmonisan itu. Hutan merupakan komponen alam yang berperan penting dalam keharmonisan ini karena udara di atmosfer "bertingkah" salah satunya atas regulasi dari hutan dunia. Aliran angin, pertukaran panas, pergantian musim, dan keteraturan iklim adalah output dari regulasi oleh hutan.

Peran negara-negara pemilik hutan tropis menjadi sangat penting dalam hal ini. Indonesia mendapat suatu kehormatan sekaligus tantangan menjadi tuan rumah 13th Conference of Parties United Nations Framework Convention on Climate Change yang akan diadakan di Nusa Dua, Bali, 3-14 Desember 2007.

COP ke-13 merupakan langkah lanjutan dari petemuan di Kyoto, Jepang, tahun 1997. Tujuan utama konvensi perubahan iklim ini sebenarnya adalah menstabilkan konsentarasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat tertentu (dikenal sebagai Kyoto protocol to the UNFCCC) dari kegiatan manusia yang membahayakan sistem iklim sehingga perlu dibuat kesepakatan-kesepakatan ke arah tersebut . Tingkat tersebut harus dicapai dalam suatu kerangka waktu yang memungkinkan ekosistem beradaptasi secara ilmiah dengan perubahan iklim, dan memberi kepastian produksi pangan tidak terganggu, serta memungkinkan pembangunan ekonomi berlangsung secara berkelanjutan.

Kesepakatan-kesepakatan yang sebaiknya diambil dalam COp ke-13 ini adalah:
1. Penindaklanjutan dan penegasan kembali isi kesepakatan dalam Kyoto Protocol dalam menekan emisi gas rumah kaca yang sudah berjalan sejak tahun 2005, terutama bagi negara-negara maju terutama negara-negara yang tergabung dalam Annex-1, yaitu penurunan 5,2% emisi gas rumah kaca yang harus dicapai pada periode 2008-2012.
2. Dukungan penuh bagi negara-negara Foresty-12, yaitu negara-negara pemilik hutan hujan tropis (Indonesia, Brazil, Kosta Rika, Kamerun, Kolombia, Gabon, Kongo, Republik Demokratik Kongo, Malaysia, Meksiko, Papua Nugini, dan Peru) dari negara-negara maju dalam rangka reforestasi hutan hujan tropis di negara-negara Foresty-12 tersebut.
3. Rancangan dan rumusan pengelolaan bekelanjutan dari langkah reforestasi oleh Foresty-12 yang bertujuan mengiringi pertumbuhan ekonomi dengan usaha pemulihan hutan.

Semua kespakatan hendaknya dilakukan dalam periode-periode tertentu, bukan dalam periode yang panjang karena fakta-fakta terkait dengan cuaca tidak bisa secara langsung dikaitkan dengan perubahan iklim karena untuk menetapkan sebuah perubahan iklim membutuhkan waktu puluhan tahun.

Tidak ada komentar: