Senin, 01 Oktober 2007

Starting Point Penanggulangan Pemanasan Global: Pendidikan

Hanifah Fitriani A
NIM 13007065

Strategi Adaptasi Hadapi Pemanasan Global Bumi terus berubah dan penghuninya harus selalu dapat menyesuaikannya. Pemanasan global telah menjadi keniscayaan meskipun usaha mencegahnya masih terus dilakukan. Langkah terbaik di samping menekan berbagai penyebabnya adalah mempersiapkan diri menghadapi dampak negatifnya. Para pakar dan ilmuwan telah lama memastikan bahwa naiknya suhu permukaan Bumi dipicu meningkatnya emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Sesuai data Laboratorium Pemantauan dan Diagnosis NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), kadar CO2 naik 36 persen, dari 280 bagian permil (ppm) sebelum revolusi industri menjadi 378 ppm pada tahun 2005. Naiknya kadar karbon dioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksaflourida di atmosfer Bumi memaksa radiasi panas matahari tetap terperangkap di atmosfer. Inilah efek rumah kaca yang menjadi biang pemanasan global.
"Menurut laporan Panel Ahli tentang perubahan Iklim (IPCC), suhu Bumi meningkat 0,7 derajat Celcius dalam 100 tahun terakhir," kata Mubariq Ahmad, Direktur Eksekutif World Wildlife Fund (WWF) Indonesia. IPCC memprediksi, jika tidak ada upaya secara global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, suhu Bumi akan meningkat hingga 5,8 derajat Celsius pada 2100 dibandingkan tahun 1900. Pemanasan global juga memicu melelehnya daratan es di kutub yang menyebabkan naiknya permukaan air laut. Perubahan volume dan suhu air laut memicu terjadinya perubahan iklim secara gradual. Naiknya suhu permukaan Bumi menyebabkan naiknya uap air di atmosfer.
Di Indonesia, fenomena ini jelas terlihat di sekitar Kepulauan Seribu dan Bali Barat. Jika kenaikan kadar CO2 mencapai batas 550 ppm, sebagian besar makhluk hidup mungkin tidak akan bertahan di Bumi. Kekeringan atau banjir bandang karena perubahan iklim yang ekstrim atau musim yang tidak teratur akan memicu berbagai macam penyakit, kelaparan, dan kerusakan besar-besaran di muka bumi. Usaha untuk merencanakan strategi adapatsi secara terintegrasi belum juga dilakukan. Para pakar dan pemerintah harus segera bahu-membahu untuk menyiapkan sistem peringatan dini, baik untuk memprediksi kemungkinan terjadinya fenomena alam maupun dampak jangka panjang yang terjadi secara bertahap. Namun, untuk menyusun strategi adaptasi yang terintegrasi seperti itu tidak mudah. Perlu data dan informasi yang akurat mengenai dampak potensial dan menentukan lokasi-lokasi yang rawan terkena dampak perubahan iklim. Selain komitmen dari pemerintah, upaya menyusun strategi adaptasi juga harus melibatkan masyarakat.
Salah satunya adalah dengan meningkatkan kepedulian masyarakat melalui berbagai bentuk sosialisasi, termasuk menetapkan program lingkungan hidup sebagai bagian kurikulum pendidikan nasional. Saat ini mungkin sudah dilakukan, namun masih bagian dari muatan lokal yang diserahkan setiap penyelenggara pendidikan. Akan lebih baik jika kesadaran ini dibangun secara nasional. Sudah saatnya semua sektor tidak berpikir lagi secara sektoral, namun bersinergi membuat sutau mekanisme satu atap untuk merancang strategi adaptasi secara nasional.
Maka, menurut saya, salah satu hal penting yang seyogyanya disepakati pada konferensi pemanasan global di Bali, Desember mendatang, adalah bahwa semua negara yang bergabung dalam konferensi tersebut hendaknya memasukkan perhatian terhadap isu pemanasan global ke dalam kurikulum pendidikan nasional mereka. Alanghkah baiknya ketika anak-anak kecil pun sudah mulai memahami bahwa mencintai bumi kita adalah hal yang sepantasnya dilakukan. Karena, pada akhirnya pembangunan kesadaran warga dunia adalah yang terpenting, tanpa menafikan usaha mengurangi pemanasan global dengan langkah-langkah preventif maupun kuratif yang lain.

1 komentar:

hadi mengatakan...

bagus bgt usulan nya,gw dukung penuh